Saturday, December 4, 2010

A Great 1st Week

Desa Pelita, Minggu, 28 Nov 2010

Sudah seminggu penuh saya mengajar di SDN Ambatu Pelita. Di SDN tanpa nomor karena memang cuma satu-satunya di Pelita. Saya ingin share pengalaman seminggu kemarin. Ini termasuk minggu yang penting menurut saya karena merupakan minggu yang menentukan kesan pertama saya bagi murid-murid Pelita. Secara umum minggu ini berjalan sangat baik. Ditutup dengan jalan-jalan bersama anak-anak kelas 6 ke Pulau Ambatu di seberang desa kami, Pelita.

Minggu ini diawali dengan upacara bendera di halaman sekolah. Untuk pertama kalinya saya bertemu dengan murid-murid secara formal di sekolah. Sebelumnya kami sudah sering bertemu di dermaga tempat mereka bermain atau di jalan-jalan desa. Upacara berjalan khidmat, tapi yang cukup menarik adalah lagu Indonesia Raya disini dinyanyikan dengan nada agak aneh di beberapa bagian lagu yang belakangan saya tebak mungkin karena mereka sering menyanyikan lagu-lagu band melayu masa kini yang banyak cengkok-nya. Hari Senin, saya yang direncanakan akan sit in di semua kelas secara bergantian akhirnya hanya masuk di kelas 6. Ternyata guru kelas 6 tidak masuk dan memang sering seperti itu. Saya masuk di kelas 6 memperkenalkan diri dan mengajarkan lagu-lagu anak-anak yang saya dapat selama trainingcamp Pengajar Muda, lagu “jempol” dan lagu “Red and White”. Anak-anak kelas 6 sangat antusias bernyanyi, mungkin karena sebelumnya tidak pernah ada pelajaran bernyanyi.

Hari senin saya lalui tanpa lesson plan. Semua mengalir saja, hanya berkenalan dan bernyanyi. Tapi lalu saya mulai mencoba sedikit mengajarkan sesuatu, matematika, sekaligus saya pikir bisa saya jadikan alat observasi kemampuan anak-anak. Saya mulai dengan perkalian sederhana. Perkalian puluhan yang mengharuskan anak-anak mencakar di buku mereka masing-masing. Sebagian besar mampu menyelesaikannya dengan benar walaupun dengan waktu cukup lama, berbeda dengan anak kelas 6 di kota besar yang rata-rata pasti sudah fasih kali-kalian. Sepertinya mereka jarang berlatih sehingga masih belum terlalu lancar melakukan operasi hitung itu. Lalu saya beralih ke operasi hitung ratusan. Mungkin karena tidak terbiasa, mereka menyerah dan tidak ada satupun yang mampu menyelesaikan soal yang saya berikan. Saya lalu mencontohkan di depan cara menyelesaikannya. Saya minta mereka membantu saya dari kursi masing-masing. Agak malu-malu mereka membantu saya yang sedang memberi contoh di depan. Somehow saya menangkap perasaan takut mereka terhadap matematika, entah apa sebabnya. Hari Senin itu saya tutup dengan memimpin apel pulang. Di SDN Ambatu Peliita ada kebiasaan apel pagi dan sebelum pulang yang saya pikir adalah suatu kebiasaan yang baik. Apel yang biasanya Cuma berbaris dan pengumuman, saya tambahkan dengan bernyanyi bersama lagu “jempol” yang sudah saya ajarkan. They love singing!

Selasa, 23 November, saya datang ke sekolah dengan lesson plan. Anak kelas 6 belajar IPA tentang penghantar panas. Saya ajak mereka ke dermaga. Awalnya mereka bingung karena diajak keluar sekolah saat jam pelajaran, tapi setelah saya jelaskan ini bagian dari pelajaran IPA mereka langsung girang karena mereka pikir bisa sambil main ke dermaga. Mereka saya arahkan untuk berbaris sepanjang perjalanan, bernyanyi, dan izin jika ada yang harus meninggalkan barisan. Saya ambil alat-alat peraga sederhana berupa air panas, gelas dan beberapa alat lain untuk percobaan IPA. Pelajaran IPA hari itu menyenangkan. Anak-anak antusias menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan di bawah pohon besar di dekat dermaga. Suasana hari kedua sudah mulai cair sehingga anak-anak semakin tidak kaku dan menunjukkan sifat aslinya, hehe. Lalu kami semua kembali ke sekolah dan melanjutkan pelajaran di kelas. Lalu disini saya memukan hal yang menarik.

Di kelas saya ajak anak-anak me-review kegiatan mereka di luar tadi. Lalu saya terjemahkan di papan tulis menjadi beberapa hal yang saya pikir perlu mereka catat karena mereka tidak punya buku paket sehingga bagi mereka sepertinya urgensi mencatat menjadi lebih tinggi. Sambil mereka mencatat, saya memperhatikan mereka satu per satu. Secara umum tidak jauh berbeda dari anak SD di kota, mereka semua memakai seragam Putih Merah. Tapi beberapa ada yang memakai sendal jepit, beberapa bahkan tak beralas kaki. Ternyata itu lebih kepada kebiasaan mereka yang memang lebih suka telanjang kaki. Anak pantai. Lalu saya mulai berjalan keliling kelas. Sampai di barisan belakang ada dua anak yang terlihat malu jika tulisannya saya lihat. Mereka langsung menutup bukunya saat saya mendekat. Setelah saya bujuk, akhirnya mereka memperlihatkan bukunya yang kosong, hanya ada beberapa gambar tangan. Saat saya tanya kenapa mereka tidak mencatat, mereka hanya senyum-senyum malu dan teman-temanya bilang :”tara tau baca tulis dong pak guru!”, artinya kurang lebih dua anak kelas 6 ini belum bisa baca tulis. Awalnya saya pikir mereka bercanda. Saya pikir dua anak ini tipe anak-anak yang memang tidak hobi mencatat seperti saya waktu SD dulu. Ternyata setelah saya perhatikan dan saya tes, mereka memang belum bisa membaca dan menulis. Ya, mereka sudah kelas 6 SD dan belum bisa membaca dan menulis.

Entah karena saya guru baru di Pelita atau anak-anak ini memang sebetulnya anak-anak penuh semangat. Saya pulang hari kedua itu dengan perasaan tertantang. Tidak alasan sebetulnya bagi anak dimanapun dia berada untuk tidak terfasilitasi supaya berprestasi. Anak-anak kelas 6 ini harus bisa lulus UN dengan kemampuan mereka sendiri. Dua anak yang belum bisa baca tulis tadi pun demikian, mereka harus sudah bisa membaca sebelum sampai waktunya UN.
Hari Rabu dan selanjutnya sampai Sabtu barulah saya berpindah-pindah kelas. Saya menggantikan dua orang guru kelas 5 dan kelas 3 yang sedang ke Labuha untuk tes CPNS. Materi ajar yang saya berikan saya pilih dari KTSP dan buku-buku Sekolah Elektronik. Suatu kali di kelas 5 saya mengajarkan pelajaran Bahasa Indonesia tentang unsur cerita. Di akhir pelajaran saya berencana memberikan PR sebagai bahan latihan anak-anak di rumah atas apa yang saya ajarkan di kelas. Rencananya saya ingin menyuruh mereka mencari cerita tertulis dimanapun dan mengidentifikasi unsur-unsur ceritanya. “tong tara pe buku Pak Guru!”, ah saya lupa, mereke tidak punya buku paket. Jika di kota, mungkin saya akan langsung mencari mesin photocopy lalu memperbanyak cerita yang ada di buku saya. Tapi di Pelita tidak ada printer, apalagi mesin photocopy. Keterbatasan listrik membuat alat-alat seperti itu tidak masuk sampai sini. Akhirnya PR itu batal. Lain waktu saya harus merencanakan lebih matang PR untuk mereka. Di setiap kelas saya selalu menyisipkan pelajaran bernyanyi dan Bahasa Inggris yang tidak pernah ada sebelumnya. Secara umum minggu ini menyenangkan dan penuh dengan hal-hal menarik tentang SDN Ambatu Pelita.

Penutupan minggu pertama saya boleh dibilang yang paling seru. Saya mengajak anak-anak kelas 6 karya wisata –begitu namanya biasa disebut di kota- ke Pulau Ambatu, pulau kecil yang pernah saya ceritakan tempat nenek moyang Pelita pernah hidup. 24 anak yang didalamnya ada beberapa anak kelas 5 dan seorang anak SMP yang membantu saya mengemudikan ketinting agak besar untuk menyebrang ke Ambatu. Kali ini kami merapat di sisi belakang Ambatu, sisi yang tidak ada budi daya rumput lautnya. Pantainya agak panjang setinggi dada. Dibawahnya terumbu karang warna warni karena belum tercemar. Begitu sampai, saya dan anak-anak membuat beberapa peraturan yang harus kami jalankan bersama selama di Ambatu, peraturan yang bisa menjaga acara jalan-jalan ini tetap menyenangkan. Kami berenang di pantai, bermain perahu kecil tak bertuan yang ada disana, makan siang di pinggir pantai dan ngobrol santai sehabis makan di pantai. Kebetulan saya bawa gogle yang belum lama saya beli di Labuha dan takjub sama karang-karangnya. Di sela-sela karang itu banyak ikan-ikan kecil seperti yang ada di Film “Finding Nemo” bersembunyi sekeluarga. Pemandangan yang biasanya Cuma bisa saya lihat di TV, dulu.

Sebelum pulang ke Pelita, dari obrolan santai habis makan saya kembali menemukan fakta-fakta menarik tentang SDN Ambatu Pelita. Fakta-fakta menarik dan menantang. Anak-anak sepertinya sudah bisa bercerita lepas pada saya di akhir minggu pertama ini, sebuah progres yang bagus saya pikir. Lalu kami berangkat dari Ambatu sekitar pukul Tiga sore. Sepanjang jalan anak-anak bernyanyi, riang, dan basah. Mereka sudah lancar menyanyikan “red and white”. Ah, momen itu sedikit emosional buat saya. Anak-anak ini, mereka tidak pernah meminta kepada Tuhan terlahir sebagai orang pelosok. Begitupula saya dan semua “anak kota” lain, tidak pernah meminta hal serupa. Mereka tidak berbeda dalam hal kecerdasan. Mereka tidak berbeda dalam hal semangat. Mereka juga anak Indonesia. Mereka itu terbedakan oleh kita, oleh Negara. Terbedakan sebagai konsekwensi “kepelosokan” mereka. Harus ada yang mendekatkan mereka kepada kesamaan hak mereka sebagai warga Negara. Kalau tidak, sampai kapanpun Pancasila kita itu hanya akan jadi pajangan dinding penghias kelas yang gagah, namun berdebu, dan tanpa arti.

Desa Pelita, Indonesia.

mari benar-benar hidup

Friday, November 19, 2010

Racauan dari Rumah Saya, Indonesia!

Desa Pelita, 17 November 2010

Seperti yang sudah saya ceritakan di postingan sebelumnya, setahun kedepan ini saya akan tinggal dan mengajar di sebuah desa bernama Pelita yang terletak di kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Untuk mencapainya dari Jakarta, saya harus naik Pesawat selama 4,5 jam dari Soekarno-Hatta menuju Bandara Sultan Babullah, Ternate, lalu disambung 8 jam perjalanan laut dari Ternate ke Pelabuhan Babang di pulau Bacan menggunakan kapal umum. Setelah itu masih harus dilanjutkan perjalanan darat sekitar 30 menit menggunakan mobil ke Ibu kota kabupaten, Labuha. Perjalanan belum selesai. Dari Labuha, untuk mencapai Desa Pelita yang terletak di Pulau Mandioli Kecamatan Mandioli Utara, saya harus kembali menempuh perjalanan laut menggunakan longboat umum yang hanya ada hari senin dan kamis yang biasanya ditempuh dalam waktu 1,5 – 2 jam tergantung keadaan gelombang laut, barulah saya sampai di dermaga Desa Pelita. Pelita adalah sebuah Desa kecil di pesisir pulau Mandioli yang hanya bisa diakses melalui dermaganya saja. Tidak ada jalan darat yang menghubungkan Pelita dengan desa-desa lain di sekitarnya. Akses kemanapun dari Pelita harus menggunakan jalur laut. Sungguh unik dan baru bagi saya.

Mengingat Pelita akan jadi rumah saya yang baru, saya ingin menuliskan beberapa hal tentang pelita dan keluarga baru saya. Sebelum menulis tulisan ini, saya berusaha membuat poin-poin tentang apa saja yang ingin saya tuliskan. Tapi sepertinya terlalu banyak. Saya putuskan untuk mulai menulis saja. Kita lihat apa yang akan mengalir. Hehe 

Saya akan mulai dari keluarga baru saya, keluarga Bapak Rusdi Saleh. Saya tinggal di rumah Kepala sekolah SDN Ambatu Pelita –begitu nama sekolahnya- yang memiliki seorang isteri dan empat orang anak, tiga laki-laki dan satu perempuan. Anaknya yang paling besar tinggal dan kuliah di Ternate, yang kedua sedang menunggu test masuk Polisi Desember ini, Khairil namanya. Dia berusia 19 tahun, lebih tua sedikit dari adik saya. Yang ketiga, Haiba, masih sekolah SMP kelas 2 di Pelita dan yang paling kecil bernama Galang. Sejak hari pertama saya tinggal disini, Galang ini langsung nempel kemanapun saya pergi. Untuk anak berumur 3 tahun, Galang tergolong cerdas dan cepat belajar. Semua mainannya –tentunya mainan tradisional seperti sumpit bambu dan roda-roda- dia perbaiki sendiri. Sekali waktu saya perhatikan ayahnya sedang berusha memperbaiki sumpit bambunya yang macet. Setelah memperhatikan bagaimana teknik ayahnya memperbaiki, Galang langsung merebut sumpit yang belum selesai diperbaiki itu dan mulai memperbaikinya sendiri, sampai berhasil.

Keluarga ini hangat. Setiap malam kami makan bersama di ruang makan. Walaupun tanpa TV karena genset tidak cukup daya, makan malam kami selalu penuh dengan obrolan dan candaan khas orang Maluku. Ibu Rusdi, ibu angkat saya ini jago masak. Menu standar adalah ikan, karena memang inilah makanan orang pesisir. Tapi setiap hari selalu ikan yang berbeda dan dimasak dengan cara yang berbeda. Yang saya ingat dan paling unik adalah ikan di fufu, ini bahasa lokal untuk memanggang ikan. Di kota saya juga pernah makan ikan panggang, tapi siapa yang pernah setiap hari makan ikan segar yang baru dipancing hari itu juga?hehe. Makanan pokok disini ada empat macam, selain nasi, ada juga pisang rebus, singkong rebus atau biasa disebut orang sini kasbi, dan sagu. Saya sudah pernah mencoba makan ikan dengan semua makanan pokok tadi, semuanya enak kecuali sagu. Sebenarnya bukan rasanya yang tidak enak, tapi karena saya belum terbiasa jadinya kerongkongan saya selalu terasa kasar tiap kali habis makan sagu. Oh satu lagi, setiap waktu makan pasti tersedia sambal! Ini yang bikin saya sumringah dan selalu ingat sambal bikinan mama .

Hari minggu kemarin kami sekeluarga naik ketingting –istilah untuk perahu kecil selebar setengah meter yang digerakkan dengan motor kecil- ke pulau Ambatu di seberang Pelita. Sedikit sejarah, pulau Ambatu ini adalah asal Desa Pelita sebelum 1978. Lalu karena penduduk Pelita semakin banyak dan pulau Ambatu yang hanya berukuran dua kali lapangan sepak bola itu sudah terlalu padat, maka mereka hijrah ke Pulau Mandioli, tempat Pelita sekarang berada. Hari itu kami berangkat dari Pelita jam 9 pagi. Satu perahu itu muat untuk Pak Rusdi, istrinya, adik Pak Rusdi, Haiba, Galang dan saya. Di perjalanan melewati selat kecil antara dua pulau itu, ketingting kami melewati serombongan penyu besar yang sedang mengambil udara ke permukaan, pemandangan yang belum ppernah saya saksikan langsung. Penyu-penyu besar itu seketika menenggelamkan dirinya begitu saya mencoba menggapai tempurung mereka dari atas ketingting. Perjalanan 15 menit itu terasa seru karena selain pemandangan, ke-seru-an lain berasal dari ketingting yang sepertinya agak overload sehingga hampir tenggelam.

Di Ambatu ternyata Pak Rusdi dan adiknya mengembangkan budi daya rumput laut. Begitu sampai mereka langsung menyelam di pantai di sepanjang rumput laut yang mereka budidayakan. Sementara itu, Ibu Rusdi menyiapkan beberapa lembar daun pisang sebagai alas makan pengganti taplak meja di pinggir pantai, ya, dia sudah menyiapkan makan siang untuk kami semua. Haiba dan Galang asik bermain air dan saya asik mengamati pulau kosong itu. Terlihat bukan hanya Pak rusdi yang memanfaatkan pulau itu di Pelita. Banyak warga Pelita yang sering kesana untuk berkebun, memanen kelapa,mengambil pasir,dsb. Setelah sekitar 2 jam Pak Rusdi dan adiknya bermain rumput laut, kami semua berkumpul untuk makan siang, seperti orang sedang piknik. Setelah makan siang, saya keatas kayu-kayu yang condong ke laut yang saya pikir adalah bekas dermaga di ambatu yang sudah tidak berfungsi. Dari atas kayu-kayu itu saya bisa melihat dengan jelas ke bawah air yang bening. Yang saya lihat seperti layaknya akuarium yang penuh dengan karang dan ikan hias. Laut di kelpulauan Halmahera selatan memang airnya jernih. Dari jauh hanya terlihat warna hijau atau biru. Sebelum kembali ke Pelita, adik pak rusdi iseng-iseng bacigi ikan dan mendapat 4 ekor ikan sako besar-besar. Rencana pulang pun mundur karena ibu langsung dengan cekatan mengolah ikan-ikan itu jadi ikan bakar yang enak dan menjadi menu makan siang kedua kami.

Berikutnya saya ingin cerita tentang penduduk Desa Pelita. Setiap saya jalan-jalan di desa, orang-orang selalu menyapa dengan “pak Guru!” atau “ingku!”, dengan logat maluku tentunya, yang membuat orang baru atau yang tidak terbiasa dengan logat ini akan merasa sedang dimarahi. Kalau istilah anak-anak di Bandung, “manggilnya super ga nyantai!”,haha. Tapi sebetulnya orang sini sangat ramah terhadap pendatang terlebih dengan profesi guru. Setiap ada kesempatan, orang-orang selalu ingin bertanya tentang apapun tentang saya. Orang Pelita senang ngobrol. Kebanyakan penduduk Pelita keturunan Ternate sehingga bahasa sehari-harinya ada dua : bahasa pasar yang masih ada kata-kata bahasa Indonesianya dan bahasa Ternate yang berbeda sepenuhnya dengan bahasa Indonesia. Bahasa pasar sudah bisa saya pakai sedikit-sedikit dengan logat maluku karena cukup mudah dimengerti. Kata-kata yang huruf akhirnya ‘T’ tidak dibaca huruf akhirnya. Seperti: ka lau, ka dara, cepa dan saki. Yang artinya: ke laut, ke darat, cepat dan sakit. Lalu kata-kata yang berakhiran ‘N’ dibaca ujungnya dengan ‘NG’, seperti: makang ikang, hujang dan pulo Bacang. Yang artinya : makan ikan, hujan dan pulau Bacan. Seperti bahasa Batak, huruf ‘E’ pada sebagian besar kata juga dibaca sebagai ‘E’ keras. Karena saya memang senang belajar bahasa daerah, orang-orang bersemangat mengajari saya Bahasa ternate. By the end of this one year, i think i will be able to speak Ternates .

Desa Pelita topografinya landai sehingga aliran air bersih dan drainase bisa dialirkan secara gravitasi. Dari dermaga hanya ada satu jalan utama lurus menuju darat sekitar 150 meter, lalu ada cabang-cabang ke kiri dan kanan dari jalan utama itu. Disanalah rumah-rumah penduduk dibangun sejak 1978. Satu-satunya sumber sinyal hanya di dermaga, itupun kalau beruntung. Saya harus ke ujung dermaga bebentuk huruf ‘T’ untuk menemukan sinyal handphone. Setiap malam sehabis makan malam saya harus ke dermaga untuk sekedar menerima akumulasi sms seharian dan email (ini dia yang saya bilang kalau beruntung: sinyal GPRS). Karena pusat komunikasi Halsel Elite Squad ada di Labuha yaitu Ayu, maka saya harus membuat SOP ini supaya saya tetap bisa dihubungi atau menghubungi watchtower. Awalnya saya pikir akan sedikit menyeramkan berdiri sendirian di ujung dermaga yang menghadap ke laut malam-malam di desa yang tidak berlistrik. Pun ada yang punya genset di desa, dermaga pelita tetap tanpa penerangan malam. Tapi ternyata dermaga Pelita malam hari punya daya tariknya sendiri. Karena berada di wilayah kepulauan ditambah letaknya yang di teluk, air laut malam di bawah dermaga pelita sangat tenang tanpa gelombang. Bahkan seperti air di danau. Tidak ada bunyi gemericik air sedikit pun, yang ada hanya bunyi ikan-ikan yang sesekali melompat ke permukaan. Ada perbedaan bulan di kota besar dengan bulan di desa pelosok seperti Pelita ini. di kota mungkin kita Cuma tau ada bulan purnama, setengah dan sabit. Tapi di desa seperti Pelita, cahaya bulan di malam hari sangat terasa. Bahkan katanya, jika purnama tiba orang-orang akan duduk-duduk di dermaga sambil memancing ikan karena ikan-ikan pun bisa terlihat di bawah air saat purnama. Tapi kalau bulan belum purnama seperti sekarang, yang ada di dermaga malam hari cuma saya, mencari sinyal. Remang-remang cahaya bulan cukup untuk menerangi dermaga. Tidak perlu bawa senter atau poci ke dermaga. Oh satu lagi, langit penuh bintang jadi langganan dermaga Pelita malam hari. Bedanya dengan di kota, langit tanpa polusi membuat kelap-kelip bintang makin jelas, tidak sekedar kriyep-kriyep. Ditambah lagi, air laut yang tanpa riak bahkan sampai bisa memantulkan cahaya bintang-bintang. Sama sekali ngga ada serem-seremnya nongkrong di dermaga Pelita malam hari. Yang ada malah betah, hehe.

Pelita memang desa yang Indah. Sedikitpun seperti tidak punya masalah, at least yang terlihat secara fisik selain masalah kekurangan guru. Atau mungkin masalah akses bagi orang-orang yang takut laut seperti ibu saya. Lautnya indah, hutanya kaya, orang-orangnya ramah, keberterimaan tinggi dan bangunan fisik sekolah sudah ada. Tapi seperti juga desa-desa lain di bagian timur Republik ini, pembagian waktu WIB, WITA, dan WIT bagi orang-orang disini bukan sekedar pembagian waktu, tapi juga pagar tak tampak yang membatasi cita-cita anak-anak desa Pelita. Benar apa yang pernah dibilang Pak Anies, bagi saya mungkin Desa Pelita hanyalah 5 jam perjalanan udara sampai Ternate, ditambah 8 jam perjalanan laut sampai Babang, setengah jam perjalanan darat sampai Labuha dan 1,5 jam perjalanan laut sampai Dermaga Pelita. Tapi bagi anak-anak di Desa ini, untuk ke Jakarta bukan hanya soal waktu, untuk ke Jakarta yang menggambarkan pusat kemajuan mereka harus memanjat atau mendobrak dinding-dinding pembatas tak nyata itu. Dan dinding-dinding itu ternyata cukup untuk membuat mereka merasa jauh dari kemajuan dan pasrah dengan keadaanya. Cukuplah, toh ikan untuk makan sehari-hari pun sudah akan lompat dengan sendirinya ke dermaga tanpa dipancing. Ditambah kualitas pendidikan di “timur” ini memang jelas jauh dari di Jawa. Bagaimana tidak, dari jumlah guru saja jelas kurang. Belum lagi pelatihan-pelatihan untuk guru yang tidak segencar di Jawa. Lengkaplah sudah.

Tantangan besar saya disini adalah meyakinkan mereka kalau dinding itu tidak ada. Saya mau tidak mau harus bisa menjadi contoh seorang manusia maju yang bisa diterima di pelosok Republik seperti Pelita ini. Karena dengan begitu saya bisa lebih mudah meyakinkan anak-anak untuk bisa menggantungkan cita-cita mereka setinggi mungkin. Yang saya rasakan sekarang adalah ekspektasi yang sangat tinggi dari lingkungan. Baik dari semua orang yang mengetahui keberadaan saya disini sampai orang-orang Pelita yang menyangka saya bisa melakukan semua hal. Secara teknis, itu adalah tekanan bagi semua Pengajar Muda. Tapi saya –dan saya harap semua PM-, memilih menjadikan ini tantangan yang harus kami selesaikan. Saya memilih melihat ekspektasi-ekspektasi itu sebagai ekspektasi Ibu Pertiwi. Ekpektasi akan optimisme Republik ini di masa depan. And i will not give up on it! Jadi jika kemarin kalimat yang saya gunakan saat berpisah dengan teman-teman PM adalah “we will survive”, kalimat itu saya tarik karena yang lebih tepat adalah,”we will win this war!” InsyaAllah.

Cukuplah racauan saya. Banyak yang ingin saya tumpahkan sebenarnya ketika saya sampai disini dan melihat langsung keadaan disini. InsyaAllah saya akan menulis seminggu sekali untuk menceritakan perkembangan di Pelita. Tapi saya tidak bisa menjanjikan posting seminggu sekali mengingat Pelita belum jadi desa Internet. Jadi saya harus menunggu trip ke Labuha baru bisa posting.

Okelah guys, sekian dulu. Stay away from drugs dan patuhi nasihat orang tua :D
Salam hangat dari salah satu ujung Republik, warga DesaPelita, Timur Indonesia.

mari benar-benar hidup

Monday, November 15, 2010

Perjalanan Pengajar Muda Halsel Elite Squad!

Desa Pelita-Halmahera Selatan, 14 November 2010 (09.00 WIT)

Hari ini hari kedua saya di desa Pelita. Tidak butuh sebulan atau dua untuk saya tahu kalau saya akan betah disini. Hari ini saya akan ke pulau Ambatu di seberang pulau Mandioli untuk melihat budidaya rumput laut disana. Tapi pagi ini saya ingin menyempatkan menulis sedikit tentang perjalanan deployment dua hari yang lalu saat semua Pengajar Muda di Kab. Halmahera Selatan diantar sampai desa masing-masing.

12 November kemarin, hari Jumat, dari Labuha kami memulai perjalanan untuk mengantar seluruh tim Halmahera Selatan (HalSel). Kecuali Ayu dan Aisy yang ditempatkan di dua buah desa dekat dengan Labuha dan menggunakan jalan darat, kami berdelapan ditambah Pak Hikmat dan Mas Susilo Berangkat dari Pelabuhan Lama Labuha. Kami menggunakan speedboat sewaan berukuran sedang karena selain harus mengangkut kami bersepuluh juga harus mengangkut barang bawaan kami yang cukup banyak.

Tujuan pertama adalah desanya Dani, Desa Indomut. Diluar bayangan saya, anak2 ternyata sudah menunggu di dermaga desa. Anak-anak berserangam orlahraga SDN Indomut sudah melambai-lambaikan tangannya ke arah speedboat kami. Dari kejauhan Dani keihatan sangan bersemangat untuk sampai ke dermaga itu. Begitu sampai, bak perantau lama yang baru pulang, kami disambut dengan hangat, langsung menuju SD yang terletak di pinggir pantai. Pihak sekolah mengadakan acara penyambutan kecil-kecilan di ruangan dan rombongan pun bergerak untuk mengantar yang lain. Tapi ada satu hal yang menarik, bagitu kami sampai dan bersalam-salaman dengan guru-guru dan penduduk Indomut, ada seorang bapak, besar gelap brewok, sepertinya tidak kuasa menahan air matanya. Saya menangkap ekspektasi yang besar dari air mata dia. Jelas dia menangis karena terharu dan seolah baru mendapat suatu berkah. Mudah-mudahan Dani bisa berbuat banyak disana. Good luck!

Kira-kira 10 menit dari Indomut, speedboat kami sampai di Desa Belang-belang, cara membacanya menggunakan “e” kuat seperti orang batak. Bukan belang-belang seperti membaca warna Zebra. Beda dengan Indomut, kami tidak melihat ada keramaian di dermaga Belang-belang. Ternyata memang penyambutan mungkin belum diadakan hari itu. Kami langsung menuju rumah salah seorang penduduk tempat Hendra (Aheng) akan tinggal setahun ini yang lokasinya berada di belakang SDN Belang-Belang tempat Aheng akan mengajar. Keluarga tempat aheng tinggal sangat ramah. Kami dijamu sedikit disana. Dan setelah Pak Hikmat cuap-cuap sedikit menyerahkan Aheng ke warga Desa Belang-Belang, kami berangkat lagi mengantar yang lain. Break a leg Heng!

Berikutnya adalah Desa Bajo, tempatnya si Ajib (Sabda Aji). Desa ini terletak di Pulau Bajo dan ditempuh selama 15 menit dengan ¬speedboat yang kami gunakan. Desa ini tersusun dengan rumah-rumah penduduk memanjang di pesisir pantainya. Susunan rumah-rumahnya rapi dan tertata dengan baik. Dermaganya bisa saya katakan dermaga paling bagus diantara kami semua dilihat dari sisi ¬pemandangan dari dermaganya dan karang-karang yang bisa terlihat dengan jelas dari dermaganya paling beragam lengkap dengan ikan-ikan hiasnya. Oh, saya lupa menyebutkan bahwa memang air laut di Halsel rata-rata biru dan hijau, bening. Setelah serah terima kecil-kecilan di SDN Bajo, kami melanjutkan perjalanan ke desa berikutnya.

Sawangakar. Ini adalah desa tempat Junarih akan tinggal dan mengajar. Begitu sampai dermaga, kami langsung menuju rumah kepala sekolah yang juga akan menjadi tempat tinggal Jun. Rumahnya terletak di seberang SDN Sawangakar. Sekolah ini menghadap ke pantai dengan pemandangan laut dan pulau-pulau di seberangnya. Waktu kami sampai, anak-anak yang sudah tidak berseragam karena mungkin jam sekolah sudah selesai menyambut dan langsung membantu membawa barang-barang Jun. Di rumah kepala sekolah kami dijamu sedikit sambil Pak Hikmat kembali melakukan serah terima dengan penduduk desa Sawangakar. Sepanjang jamuan di rumah kepsek saya diluar bersama Bayu bermain dengan anak-anak mengajarkan beberapa nyanyian. Entah kenapa saya langsung teringat lirik lagu “Lihat Senyum Mereka” ciptaan BK yang juga merupakan lagu resmi Gerakan Indonesia Mengajar (klaim sepihak :p). Anak-anak ini begitu bersemangat! Tenyata ini binar mata itu, senyum kecil dan canda tawa yang berusaha kami tumpahkan beberapa minggu yang lalu dalam sebuah lagu. Wajah mereka seakan berbicara: “Ayo! Kami siap! Kalian punya apa untuk kami ketahui? ada apa diluar sana? Bagaimana diluar sana?” Di sawangakar, hari itu, saya melihatnya, merasakannya.

Hari itu saya marah, sama rasanya dengan waktu saya menemukan anak-anak di Balikpapan yang sebetulnya sangat cerdas, bersemangat, namun tidak ada yang bisa memancing mereka bermimpi. Tidak ada yang membuat mereka mengenal dunia sehingga mereka bisa bercita-cita. Bahkan sekolah mereka sekalipun. Tapi kami, Gerakan Indonesia Mengajar, telah bersepakat untuk berhenti memaki. Karena sebenarnya sayapun bingung dari dulu, siapa yang harus saya maki atas keadaan ini? So let’s just light the candle!

Perjalanan ke desa terakhir yang bisa saya ceritakan adalah ke Desa Pelita, desa tempat saya sendiri akan tinggal dan mengajar setahun ini. Kami merapat ke Dermaga Pelita sesaat sebelum Shalat Jumat dimulai. Kami langsung menuju masjid. Mungkin penyambutan saya lah yang paling “Islami” karena dilaksanakan di masjid selepas shalat Jumat. Hehe. Setelah itu saya langsung diantar menuju rumah kepala sekolah di seberang masjid tempat saya akan tinggal. Setelah Pak Hikmat melakukan tugasnya, saya mengantar Rahman Adi, Adhi Nugroho, Bayu, Mas Sus dan Pak Hikmat ke dermaga untuk melanjutkan perjalanan mengantar Adi ke Desa Indong yang berjarak sekitar 10 menit dari Pelita.

Cerita tentang Desa Bibinoi tempat Adhi Nugroho dan Bayu, Desa Papaloang tempat Ayu dan Desa Panamboang tempat Aisy tidak bisa saya sampaikan simply karena saya belum kesana dan tidak mengantarkan mereka. Mudah-mudahan di postingan yang lain bisa saya tuliskan. Cerita tentang desa Pelita lebih lengkap dan keluarga baru saya disini juga akan saya tulis di postingan yang lain.

Setahun ini akan menantang dan sangat menarik bagi seluruh Pengajar Muda. Setahun yang harus diiringi keikhlasan dan ketulusan untuk bisa menghasilkan sesuatu. Setahun yang akan sangat berarti bagi diri kami masing-masing.
May God bless us all.
May God bless Indonesia! Amin.

mari benar-benar hidup

Tuesday, November 2, 2010

sumpah pemuda?

“Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia.
Kami putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, Tanah Air Indonesia.
Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.”

Klaim macam apa itu? Siapa yang berani-beraninya membuat sumpah seberat itu? Atau, lihat saja kata-katanya, jangan-jangan itu sumpah serapah hanya agar kita –pemuda pemudi- sekedar mengakui? Tidak lebih..

Ada pula yang lain lagi, beberapa kali kami diingatkan oleh Pak Anies Baswedan, “ini adalah upaya melunasi janji kemerdekaan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa”. Siapa yang berjanji? Bukan saya yang jelas! Bukan kalian atau pak Anis sekalipun! Itu janji Bung Karno, Hatta dan kawan-kawannya pada zaman itu. Sekarang mereka dimana? Kenapa kita yang harus terbebani oleh sumpah-sumpah dan janji-janji itu? Kenapa kita yang tidak diikutsertakan dalam pembahasan rencana pencetusan janji-janji dan sumpah-sumpah itu harus menanggung besarnya tanggungjawab atas kalimat-kalimat itu?

Haha, kalau begitu sekalian saja kita salahkan nabi Adam dan Hawa atas buah Khuldi yang dimakannya. Yang menjerumuskan kita semua ke karut marut kefanaan dunia ini. Jadi kita bisa berlindung dibalik kejadian itu atas dosa-dosa kita. Pada suatu titik dalam hidup saya, pernah terlintas pertanyaan-pertanyaan konyol seperti diatas. Tapi saya sadar ternyata kita hidup sekarang di zaman kita, zaman yang sudah lengkap dengan segala kompleksitasnya. Tidak ada kebebasan untuk kita sebelum terlahir dalam hal memilih zaman yang kita akan hidupi toh? At least menurut apa yang saya yakini. Jadi, mengeluhkan kompleksitas zaman yang kita hidupi sekarang hanyalah akan melemahkan kita. It will just wasting our time energy . Lagi pula, adakah yang salah dari ini janji-janji dan sumpah itu? Saya berani bilang tidak.. Tidak ada yang salah. Itu adalah janji dan sumpah para pemberani di zamannya yang dengan ketulusan hati serta harapan terhadap Indonesia yang akan hidup ribuan tahun lagi. Indonesia maju. Jika kita hidup di masa itu apakah kita tidak akan punya harapan yang sama?

Sebenarnya kita selalu punya pilihan untuk mengambil kalimat-kalimat itu sebagai janji dan sumpah kita juga, atau untuk tidak peduli. Tapi dua pilihan itu jelas punya konsekuensi berbeda. Jika kita melihat itu sebagai sumpah dan janji yang harus ikut kita penuhi juga, maka tanggungjawab kita besar, sangat besar. Yang harus kita pelajari selama hidup untuk bisa mempertanggung jawabkan itu pun sangat banyak. Energi yang perlu kita keluarkan untuk itu pun akan sangat besar. Masalahnya selalu tinggal pada diri kita. Beranikah kita memandang itu sebagai tanggung jawab kita juga? Beranikah kita menerima sumpah dan janji-janji itu selayaknya sumpah dan janji yang kita ucapkan?

Keberanian. Saya yakin satu kata ini yang akan jadi kuncinya. Seorang bijak pernah bilang bahwa republik inipun didirikan oleh para pemberani, orang-orang yang belum pernah punya pengalaman mendirikan republik sebelumnya. Dan sampai kapanpun saya yakin, republik ini butuh pemuda-pemuda pemberani untuk bisa terus maju dan berkembang.

Jadi sekarang mari kita tanya pada diri kita masing-masing, pemberanikah kita? memang, selalu ada pilihan untuk menjawab “saya tidak harus jadi pemberani”, atau “saya tidak mau jadi pemberani”. Tapi mari kita pikirkan sedikit. jika kita terlalu takut untuk menjadi seorang yang berani karena kita sadar apa konsekuensinya, dan kita memilih untuk menutup telinga, mata dan hati untuk menerima sumpah-sumpah dan janji-janji para pendahulu kita tentang republik ini sebagai hutang yang harus dibayar, lalu apa? Jika kita mati kelak, lalu apa? Lalu siapa yang akan melunasinya? Mau berharap pada siapa? Jika tidak bisa menemukan jawabannya, atau tidak cukup tega untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan “ya, yang lain saja”, maka, mari bersama kita pikul tanggungan itu. Mari terus kembangkan potensi diri kita setinggi mungkin karena tenggungan itu ternyata tidak ringan. Tapi jika kita bisa menjawab pertanyaan—pertanyaan itu dengan santai tanpa rasa gelisah, mungkin kita bisa pulang, menarik selimut tinggi-tinggi, lupakan semua masalah bangsa ini.

Tapi saya masih yakin, seperti tulisan pak Anies, para ibu di Nusantara masih melahirkan anak-anak pemberani republik ini. jadi pemberani itu tidak sulit. Saya pikir hanya butuh keberanian. Ya toh?

Selamat hari Sumpah Pemuda,
Semoga Tuhan menjaga hati-hati kita untuk selalu berani, Amin..

mari benar-benar hidup

Monday, October 25, 2010

Minggu ke-5

Cikareteg, Ciawi

25 Oktober 2010, 12.55 AM

Malam ini -atau pagi ini tepatnya- instead of menulis panjang mendalami format jurnal mingguan Pengajar Muda, saya lebih tertarik menceritakan isi kepala dan hati saya sampai minggu ke-5 training. Karna banyak hal telah terjadi, teramati dan dijalani membuat saya merasakan berbagai perasaan. Jadi mari kita mulai saja “jurnal” elektronik ini.

Minggu ke-5 training Pengajar Muda. Makin lama, setiap harinya, matahari sepertinya sangat cepat berjalan. Bahkan kadang-kadang seperti melewati beberapa hari sekaligus. Contohnya ya minggu ke-5 ini. Perasaan saya, bahkan belum lama kami -PM- liburan ke Bandung yang berarti adalah liburan minggu ke-3, tapi ya itu, kenyataanya kami sekarang sudah ada di mulut minggu ke-6 lagi. Tepat 16 hari sebelum pemberangkatan. Tapi bagi saya, ini indikator bahwa saya senang dan menikmati setiap aktivitas di training ini.

Saya ingin cerita tentang kami, Pengajar Muda. Awal mula training, mengenal 51 orang baru yang katanya hebat-hebat cukup membuat orang yang punya penyakit songong dan tengil kaya saya penasaran,”kira-kira pada punya kehebatan apa ya temen-temen baru saya ini?” Dan mulai lah training camp pengajar muda ini. Minggu pertama pun lewat. Rangkaian program training yang saya alami minggu pertama membuat saya yang -sekali lagi- punya penyakit suka bikin standar sok tinggi ini berkerut dahi berpikir keras, “hmm..,apa iya nih bener orang-orangnya yang ini?” Saya kurung rapat pikiran itu di kepala saya. Karna saya tau, saya yang sakit. Sinting!

Hal-hal ajaib mulai bermunculan di minggu kedua. Mungkin saya ngga akan sebut satu-satu karna bisa jadi terlalu personal. Tapi yang jelas saya membatin, “sotoy sih lo dika! Makanya jangan songong!” Orang-orang disini ternyata ajaib-ajaib. Haha, memang semenjak minggu ke-4 beberapa program menuntut kami untuk berperan layaknya tingkah polah anak SD. Alhasil kami melepaskan semua sisi kekanak-kanakkan kami, tanpa sedikitpun ditahan sepertinya. Menurut saya, hal itu berdampak pada hal-hal kecil yang mungkin tidak disadari. Belakangan terlihat agak berlebihan. Mengeluh, merajuk, dan susah bersemangat pada sesi-sesi yang kami rasa kami kurang suka.

Sampai saat sesi training dimana kami beberapa kali harus menyambut kedatangan anak-anak lincah dan bersemangat dari SD Pancawati setiap Jumat sore dan Sabtu sore di base camp kami. Tiap kali hari jumat, sesi itu seperti jadi momok. Karena kami merasa lebih baik sesi itu diganti saja dengan sesi tidur sore atau sesi bikin RPP atau sesi ngopi-ngopi. Sepertinya akan lebih menyenangkan. Tapi tiap kali sesi tersebut dimulai, yang saya lihat hanya sumringah gigi para PM. Loncat-loncat, teriak-teriak, nyanyi-nyanyi. Kegembiraan adalah satu-satunya aura yang saya rasakan di basecamp. Mungkin orang bisa bilang saya berlebihan. Karna pasti toh ada saja salah satu atau dua atau tiga dari kami yang memang benar-benar sedang sedih atau galau. Tapi sama seperti virus, kegembiraan itu menular. Dan itu lah yang terjadi di basecamp tiap sesi “anak lincah dan bersemangat”, at least yang saya yakini.

Sesi “anak lincah dan bersemangat” yang saya ceritakan tadi terjadi enam kali, tiga minggu berturut-turut, dan berakhir tepat hari Sabtu di akhir minggu ke-5 kemarin. Acara penutupan yang menghadirkan anak-anak lincah bersemangat mulai dari kelas 1-6 SD yang tidak kurang jumlahnya dari 200. Walaupun waktu terasa makin cepat berlalu, tapi saya tidak mengatakan beban kami makin ringan. Minggu ke-5 adalah minggu yang berat dan padat tugas. Jadi, menyambut anak-anak lincah bersemangat itu memerlukan ekstra semangat. And we did it! Sesi terakhir “anak lincah dan bersemangat” ditutup dengan baik dan sedikit emosional bagi beberapa dari kami. Saat-saat seperti itu bagi saya adalah saat-saat si songong dan si tengil dalam diri saya terdiam tanpa argumen songong dan tengilnya. 50 teman saya ini punya “sesuatu” yang saya yakin memang tidak semua orang bisa punya. Orang normal dalam keadaan terbebani RPP, praktek mengajar, masalah-masalah pribadi, dsb, saya rasa tidak sanggup jika harus dipaksa menangani 200 lebih “anak lincah bersemangat” yang tingkahnya bisa aneh-aneh dan ajaib. Tapi saya tahu teman2 saya ini, bukan, maksud saya sahabat-sahabat saya ini punya cinta yang sangat besar di dalam hati mereka masing-masing. Yang otomatis akan menyeruak tiap kali mereka “bertempur”. Yang akan mengalahkan segala penat,lelah atau apapun yang bisa mengganggu pertempuran mereka. Sahabat-sahabat baru saya ini adalah manusia-manusia yang hatinya tidak cuma terletak di bawah jantungnya, tapi di tiap milimeter tubuhnya.

Sepanjang saya hidup, baru kali ini saya menyayangi orang sebanyak ini dalam waktu lima minggu. 50 orang luar biasa yang bersama-sama dengan sadar mempersiapkan diri. Walaupun saya terkadang -atau lebih tepatnya agak sering- bikin kesal mereka dengan ocehan-ocehan tengil, kejahilan-kejahilan saya yang sulit sekali saya bendung, i love every single person of them, i really do. Di titik ini, rasanya saya tidak rela kalau sampai saya kehilangan salah satu pun dari mereka. Mereka semua terlalu berharga.

Mudah-mudahan Tuhan akan selalu menjaga hati-hati kami. Memberikan kekuatan-Nya supaya kami tidak akan pernah dikalahkan oleh diri kami sendiri. Karna saya sadar, lawan terbesar kami sekarang adalah diri kami sendiri. Setinggi apapun kami gantungkan cita-cita kami untuk kemajuan Negeri ini, selalu, lawan terbesar adalah diri kami sendiri. Mudah-mudahan, Tuhan juga memberi kami keberanian-Nya supaya kami bernyali untuk menyadari dan menerima tanggungjawab kami. Amin.


Catatan tambahan untuk melengkapi format jurnal minggu ke-5:

Senin : Sesi rafting dan paintball Citarik, nampol lah serunya. Kurang lama..:D
Selasa : Sesi faskab dan adaptasi budaya, kitorang jadi banyak belajar logat logat Maluku Utara toh!
Rabu : Syukuran IM. Alhamdulillah.. cukup jadi cambuk buat setaun ke depan. Saya harus bikin “sesuatu” di halmahera selatan!
Kamis : harus School visit tapi air pagi-pagi mati. Ga mandi pagi dan langsung tancap ke sekolahan. Hehe..
Jumat : PMR. Oke, banyak hal-hal baru saya dapet. Pematerinya mungkin bisa diusulkan ikutan Indonesia Mencari Bakat :D
Sabtu : pentutupan sesi “anak lincah dan bersemangat” di basecamp PM. Review mingguan oleh pak Hikmat bikin makin sadar kalo bentar lagi deployment!!hore!


mari benar-benar hidup

Tuesday, October 5, 2010

Training Camp Pengajar Muda (PM)

Modern Training Camp, Desa Cikareteg, Ciawi. (10.20 PM)

Udah masuk minggu ke-3 training camp Pengajar Muda Indonesia Mengajar. makin kesini waktu makin cepet rasanya. Dalam minggu ke-3 ini PM (Pengajar Muda) udah bakal dikelompokin berdasarkan daerah penempatan 5 Kabupaten sasaran program. Sejak awal training sampe hari ini kita masih dikelompokin jadi 10 kelompok yang diacak dari awal. Mulai minggu ke-4, training akan makin fokus kepada kebutuhan kita sesuai daerah tujuan masing2. Jadi menu tiap kelompok baru itu bisa beda2.

Karantina 7 minggu dan selanjutnya ditempatkan ke pelosok emang pengalaman baru buat gw. So far, i'm happy being here. Berada di sekeliling orang2 yang punya mimpi sama dengan kita adalah anugerah. Energi gw serasa berlipat disini. benar2 terkondisikan buat mempersiapkan diri sebaik2nya sebelum deployment tanggal 10 November 2010 besok.
Udah banyak banget hal baru yang PM dapet selama karantina ini. tapi gw yakin masih jauh lebih banyak hal2 yang belum kita tau. Minggu pertama trainingcamp PM "main" 3 hari di RINDAM JAYA latihan mental dan fisik sama TNI, seru! Trus kembali ke Ciawi, dapet banyak materi dari orang2 hebat dengan metode2 yang beda dari metode2 biasanya. Semua PM ga ada yang background S1 nya dari pendidikan. Jadi emang kita semua ngerasa dapet banyak banget hal baru berkaitan dengan operasional pendidikan, terutama daerah terpencil. kmaren kita juga udah sempet penjajakan ke SD2 di sekitar trainingcamp buat observasi dan persiapan praktek latihan ngajar. Kamis besok PM bakal kunjungan ke sekolah alam Cikeas buat ngeliat praktek dari penerapan kurikulum KTSP yang beda dari kebanyakan sekolah negeri di Indonesia buat tambahan referensi kita dalam penerapan KTSP nanti di daerah.

PM angkatan satu ini berjumlah 52 orang, tepat 26 pasang. kita dateng dari berbagai daerah dan lulusan dari berbagai macam kampus. Gw selalu seneng bisa kenal sama orang2 baru kaya gini. Apalagi kita semua emang punya satu tujuan bareng sekarang. PM adalah keluarga sekaligus tim buat gw sekarang. kita bakal saling bahu membahu, menjaga, dan berjuang bareng seterusnya. Mudah2an kami semua selalu dikaruniai kesehatan supaya bisa jalanin sisa training dan program dengan oke. amiin..

Seperti kata Pak Anies, mudah2an pengiriman PM bisa ngebawa impact besar. Mudah2an apa yang kami lakukan bener2 bisa jadi manfaat.
taun lalu mungkin kami semua, PM, ga ada yang tau atau bahkan membayangkan bisa bareng sekarang disini. Tapi sekarang kenyataannya kami bareng2 belajar disini untuk mempersiapkan diri setaun berada di daerah terpencil. Temen2 baru gw ini adalah orang2 yang punya motivasi besar untuk berbuat sesuatu untuk Indonesia. gw bangga jadi bagian dari mereka. Mudah2an Tuhan selalu ngelindungin kami semua, ngasih kekuatan untuk kami semua dan menjaga hati kami semua.

Kita memang ga akan pernah tau apa yang akan kita alami setaun ke depan, sehari ke depan atau bahkan semeneit ke depan.
Tapi kita selalu punya pilihan untuk melakukan sesuatu yang baik.
Kita selalu akan punya pilihan.
May God bless us all..

mari benar-benar hidup

Monday, October 4, 2010

kami tidak takut !!

Sepuluh tahun yang lalu, jika kami diancam teman untuk memberi jawaban saat ujian, mungkin kami takut..
Lima tahun yang lalu, jika Televisi mempertontonkan berbagai kengerian di negeri ini, mungkin kami takut..
Satu tahun yang lalu, jika globalisasi membusung dada dan memalingkan muka dari anak Indonesia yang tidak mencicipi pendidikan, mungkin kami takut...

Tapi hari ini, jika memang akan selalu ada orang-orang yang ingin melihat negeri kami terpuruk, bangsa kami tertinggal, dan dengan segala cara berusaha mewujudkannya, maka kami tidak takut!!
Bahkan jika kilau materi menggoda dan sang tahta pongah membantah, dan hanya tersisa kami, kami tidak takut!
Kami harus temukan cara!
Kami akan temukan cara!
Kami memilih menutup pilihan untuk takut!
KAMI TIDAK TAKUT!!


mari benar-benar hidup

Thursday, September 9, 2010

Sequel 2004

kemaren baru abis buka bersama TL ITB 2004. Ya, sesuai judulnya, nama lain angkatan kami emang SEQUEL yang artinya lebih baik tidak saya sebut..hahaha..
tetep bisa ketawa2 walaupun dari 107 orang yang tergabung di angkatan, yang dateng buber cuma 40an. yang lain ada yang izin gabisa dateng karna ngurus bayi nya, ngejaga kehamilannya yang udah gede, di luar kota, luar negeri, dan sebagainya..

Semoga masing2 kita dimanapun berada selalu dilindungi Allah ya guys..amin..
see u all on top..:)

mari benar-benar hidup

Alhamdulillah

Bandung, 090910
Selalu ada alasan untuk kita selalu bersyukur. Bersyukur gw yakini bisa bikin kita selalu jadi orang yang optimis dan punya energy untuk selalu berbuat. Emang sih, manusia juga lengkap dengan kelemahan soal fluktuasi iman. Untuk itu kita wajib saling mengingakan bukan? Malem ini malem terakhir Ramadhan taun ini. Ga kerasa lusa udah lebaran lagi aja. Mudah2an pahala selama Ramadhan ini diterima Allah, amin..

Ngomongin soal bersyukur, ada beberapa hal yang pengen gw share sebagai hal yang gw sukuri sekarang ini:

1. Alhamdulillah akhirnya gw resmi jadi salah satu dari 52 orang pengajar muda dalam program Indonesia Mengajar. Sejak awal liat berita rekrutmentnya di milis ITB 2004, gw langsung tertarik dan pengen banget gabung. Setelah lewat 3 tahap proses seleksi, akhirnya dapet juga, Alhamdulillah. Mulai 19 Sept bakal mulai training di Bogor sampe 8 November, langsung lanjut mulai 10 November sampe setaun berikutnya gw bakal langsung ditempatin di salahsatu daerah target program ini. pengennya sih ke Halmahera selatan atau Sulawesi Barat, mudah2an aja bisa disana. Lewat program ini, somehow, gw makin bisa membayangkan step2 yang harus gw jalanin buat ngejar cita2 gw. Mudah2an lancar dan seru perjalanannya..hehe..amin!

2. Alhamdulillah kemaren dikasih kesempatan buat ngumpul sama temen2 TL ITB 2004 di acara buka bersama di Jakarta. Udah lama ga kumpul2 sereme kemaren. Anak udah ada yang berkeluarga, punya anak, ngurus anak, nunggu kelahiran anak, kerja di luar negeri, sekolah di luar negeri, kerja di ibu kota, luar pulau, dan sebagainya. Bukan basa basi kalo gw bilang waktu memang ngebut. Soalnya memori2 ospek, kuliah bareng, main bareng pas mahasiswa masih seger banget di kepala. Dan sekarang semua udah di jalan masing2 yang mudah2an untuk tujuan mulia yang sama, amin. insyaAllah, tiap taun bakal diadain terus buka bersama angkatan. Semoga persaudaraan dan kehangatan kita abadi dan membawa manfaat bagi sekitar kita. Go Fight SEQUEL 2004!! See u all on top!

3. Alhamdulillah lebaran ini insyaAllah bisa pulang ke kampong halaman orang tua di bukittinggi. Walaupun dapet tiket pas hari H lebaran, yah tapi ambil hikmahnya aja kalo jalan mudik pasti ga macet hehe..:D Taun lalu gw sama adek gw ga mudik, jadi kita lebaran bareng sodara aja di Depok. Abang gw lagi2 belum bisa ikutan lebaran bareng kita sekeluarga karna dia masi di Swedia menuntut ilmu (asik..haha). mudah2an dia ga kesepian lah lebaran disana.

4. Alhamdulillah gw masih punya keluarga yang seru walaupun laki2 semua, kecuali mama, cantik sendiri,hehe.. anak2 mama sekarang udah pada gede2 dan jauh dari rumah. Gw bersyukur ditakdirkan jadi bagian keluarga ini yang udah ngasih lingkungan hangat dan kondusif buat belajar apapun dari kecil. Gw bersyukur punya papa mama yang pinter2 dan hebat2. Juga bersyukur punya temen berantem dari kecil karna ga beda jauh umurnya..hehe (pis bang ah :D)

5. Alhamdulillah gw punya banyak temen2 yang hebat2 dan selalu bisa jadi inspirasi hidup buat gw. Sekali lagi, gw bersyukur atas lingkungan yang mereka ciptakan. Semoga dimanapun mereka berada Tuhan selalu melindungi mereka, amin..

6. Alhamdulillah gw masih dikasih kehidupan. Mudah2an juga selalu diberi kekuatan oleh Allah buat ngejalanin hidup dengan bener. Amin..
Itulah enam dari tak terhitung rasa syukur yang gw pengen ungkapkan. Mudah2an bisa selalu jadi pengingat gw juga untuk selalu optimis dan ga menyerah ngejalanin apapun tantangan hidup.

Trus juga pengen share beberapa pelajaran yang terangkat dari perjalanan gw belakangan ini:

“Cita2 itu sebesar mungkin..supaya hidup kita serunya ga abis2..selalu ada yang harus dikejar”
“terus.., kejar cita2 itu sekarang! Jangan nunggu mati..ntar nyesel..!”
“kalo pernah terlintas di kepala kalo kita udah berbuat banyak, coba pikir sekali lagi..!apa yang udah kita ubah dan perbaiki dari bangsa ini?”

Terakhir buat postingan ini, gw mau Mohon maaf lahir bathin atas segala kesalahan baik yang sengaja ato ngga yang pernah gw lakukan. Selamat lebaran semuanya..semoga masih ada umur buat ketemu Ramadhan taun depan, Amin..
Mudiik mudiiikkk..!!!:D

mari benar-benar hidup...

Saturday, August 21, 2010

racauan malam minggu

Longhubung, Kutai Barat, Kalimantan timur..(lagi hujan gede banget)

Sedikit pengen nulis sekaligus ng-update blog yng udah lebih sebulan ga diusik..hehe..
Pengen sharing yang lagi gw alamin dan rasain beberapa waktu terakhir ini tentang perjalanan kehidupan. Tentang kerjaan, hubungan dengan orang (yaelah kong, bilang aja percintaan knapa?repot deh..:D), dan cita2..

Sekitar 2 bulan yang lalu pas waktu gw masih ditempatin di office Balikpapan dan tiap malem nemenin anak2 di panti Al-Furqan, gw baca email di milis ITB 2004 tentang rekrutmen pengajar muda yayasan Indonesia Mengajar punya Anies Baswedan. Saat itu setelah mempelajari yayasan itu dan baca tentang programnya, tanpa pikir panjang gw langsung mendaftarkan diri untuk ikut seleksi rekrutmen itu. Iya, tanpa pikir panjang. Entah gimana caranya, gw langsung ngerasa gw harus ikutan seleksi ini. Seperti nemuin sesuatu yang bakal jadi awal perjalanan mimpi gw.

Masa2 gw di Balikpapan emang cukup punya peran penting dalam hal memberikan clue tentang passion gw. Rutinitas kantor tiap harinya cukup bikin gw gelisah dan khawatir kalo gw cuma lagi buang2 waktu. Bersyukur gw punya aktivitas tiap malem sama anak2 di panti, tempat yang akhirnya bikin gw makin yakin kalo gw sangat tertarik dan pengen terlibat di dunia pendidikan. kompleksitas masalah pendidikan seakan ngebangkitin gairah gw, somehow. Ditambah juga mungkin karna selama di kampus bagian inilah –pendidikan karakter- yang paling banyak gw gelutin di organisasi. Yang jelas, satu hal yang gw tau, gw seneng saat terlibat langsung di dunia pendidikan. gw tau dan bisa ngerasain energi gw meningkat saat terlibat disitu. Akman, Ismail, sigit, wawan, surahman, yudi, dan anak2 panti yang lain membantu gw mendapatkan rasa itu. Dan inilah alasan gw ngga mikir panjang buat daftar Indonesia Mengajar. Sekarang, Alhamdulillah gw udah lolos dari 2 tahap seleksi. Tahap terakhir adalah medical checkup. Mudah2an di tahap terakhir itu juga ga ada halangan dan gw bisa bener2 kesampean gabung dengan IM(Indonesia Mengajar).

Alhamdulillah gw punya mama dan papa yang dukung gw 100% pas gw cerita soal IM ini. mama cerita kalo mama juga ternyata sering mikirin hal2 yang sedang ingin direalisasikan oleh IM. Temen2 gw juga secara umum semuanya dukung. Ada juga yang ngasi masukan tentang apa yang gw lakuin ini. ada yang bilang apa ngga lebih baik kalo gw nabung dulu sekarang? Dengan pekerjaan gw yang sekarang gw bisa lumayan nabung buat nantinya bisa manfaatin tabungan itu buat ngelakuin hal2 yang baik. Tapi gw khawatir, ngga akan pernah cukup kalo kita nabung duit. Bukan berarti ga butuh duit juga. Tapi kesempatan ini ga dateng dua kali. Mumpung masi muda, gw pikir gw tetep harus ambil langkah ini. gw yakin ko kalo rejeki InsyaAllah akan dateng selama kita terus berusaha. No need to worry. Justru gw takut saat gw ngga jadi ambil langkah daftar IM ini. Karna andai kata Tuhan mencabut nyawa gw minggu depan sementara gw ngga jadi daftar IM, gw bakal ngga ikhlas rasanya. Gw pengen ngejalanin apa yang hati gw bilang. Gw pengen berada di jalan yang lebih deket ke pencapaian cita2 gw untuk bisa berperan langsung nantinya di dunia pendidikan Indonesia.

Teruss, sedikit selipan tentang pencarian jodoh ah..hehehe..
Hmm, makin kesini makin sering kepikiran/memikirkan soal ini. walaupun umur gw masih tergolong muda dibanding temen2 seangkatan di kampus (asik ga tuh?), tapi jujur aja gw sebenernya pengen nikah di seperempat abad pertama hidup gw kalo masih ada umur. Amiiin..Hehe..
Pengen punya life partner yang nemenin dan jalan bareng menghadapi dunia dan segala kompleksitas masalah2 didalamnya dan terlibat untuk berusaha membuat dunia jadi tempat yang lebih baik..:)

Terakhir, pengen share sebuah kalimat bijak yang oke, “money can buy you a car, a house, but money can’t buy happiness” and “happiness only real when it shared”.
Stay ‘alive’ guys! Mari kita manfaatkan hidup kita untuk hal2 yang bermanfaat buat orang lain dan diri kita. Semoga Tuhan senantiasa menjaga hati-hati kita, menjaga cita-cita kita, dan mebagi kita kekuatannya untuk mewujudkan cita2 itu..amin..

*wah maaf nih kalo struktur tulisannya agak ga enak dibaca..sedikit meracau hehe..

mari benar-benar hidup

Monday, June 14, 2010

Kopassus Untuk Indonesia (review)

Ketika ditanya tentang pengalaman sebagai pasukan perdamaian PBB di Bosnia, seorang anggota Kopassus menjawab, "wuueenaaak eh ternyata mbak landing itu.." masih belum ngerti? Bagi kita masyarakat sipil, naik pesawat itu yang kita tau ya kalau take-off ya setelah itu landing. tapi bagi seorang anggota Kopassus yang sudah 14 kali dikirimkan ke daerah penugasan, ternyata landing di Bosnia itu pengalaman pertamanya. Karena biasanya dia selalu "dibuang" dari pesawat sebelum pesawat sempat melakukan landing.

Itu kira2 sepenggal dari Buku Kopassus Untuk Indonesia yang bernuansa humor. Kata2nya ngga persis kaya yag ditulis diatas karna waktu gw tulis ini, bukunya udah gw pinjemin ke Sigit -anak panti- yang gara2 gw ceritain dikit ttg Kopassus, pengen jadi Kopassus katanya. Tapi ya kurang lebih isi tulisannya gitu lah.
Buku ini menceritakan tentang keseharian Kopassus, sejarah Kopassus, operasi2 yang pernah dilakukan, sampai saat Kopassus pernah dijadikan alat kekuasaan dan politik jaman Orde Baru. Dikemas dengan cover yang menurut gw gaya dan keren dengan kertas2 kualitas bagus (semua halaman bergambar berwarna). gaya penulisannya juga enak dibacanya dan penggunaan istilah2nya gampang dimengerti. Buku ini menarik karna isinya berdasarkan pengalaman2 anggota2 Kopasus di lapangan. Harganya Rp 80.000,-

Yang bikin gw beli buku ini adalah informasi sekilas dengar bahwa Kopassus itu menempati peringkat 3 kategori Pasukan Khusus (Special Force) Dunia. Terus katanya pernah jadi Juara I Lomba Sniper di pentas Internasional dengan senjata buatan Pindad. Disegani bahkan ditakuti pasukan2 elit lain di dunia. Gw lupa itu semua gw denger dan baca darimana, makanya begitu liat, gw tertarik banget buat beli buku ini. walaupun didalemnya ternyata ga ada jawaban dari semua gosip diatas (adanya pas gw googling lagi baru banyak liat prestasi Kopassus di dunia), tapi buku ini bikin gw liat sisi lain Kopassus dan apa yang membuat mereka bisa berprestasi dalam hal kompetisi di dunia, sampai melakukan misi2 rahasia pemberantasan GAM, OPM, dan sejenisnya.

Banyak kutipan2 penuh makna di Buku ini, salah satunya ini:

"Tak ada hal yang lebih menyakitkan hati para pejuang sejati, selain ketidakadilan di Negerinya sendiri"

Jelas lah..!contohnya ya Kopassus ini. bayangkan aja mereka mau latihan keras sampe "batas manusia" dihajar digembleng jungkir balik sampe memiliki keahlian khusus, jarang ketemu anak istri dan gaji yang boleh dikata tidak seberapa, hanya untuk apa? hanya atas nama : MEMBELA KEUTUHAN NKRI!!
Bayangin aja kalo kita berjuang keras bahkan sampe mau bertaruh nyawa untuk sesuatu, lalu di saat yang sama ada orang2 yang mau merusah apa yang kita bela. Betapa perih pasti rasanya.
Karna bagi Kopassus ini, tidak ada hal yang paling diprioritaskannya (termasuk keluarga) selain Keutuhan NKRI. Gw ngebayanginnya aja merinding. Bagus juga ni bukunya dibaca buat meningkatkan nasionalisme kita..

satu lagi kutipan yang menarik :

"Bagi Kopassus, lebih baik pulang nama daripada kalah di medan laga!"

Kutipan diatas menggambarkan bahwa Kopassus boleh dikata adalah senjata rahasianya TNI. kalo Kopassus sampe diturunkan, berarti masalahnya udah gawat dan "harus" tuntas dengan cara apapun. Kopassus ini ternyata punya kemampuan mulai dari one man army (kaya si Rambo itu, tapi ini aseli!) sampai kemempuan diplomasi untuk melakukan operas damai. artinya selain insting membunuhnya tinggi, otaknya juga berisi dan semua perwiranya bisa ngomong Inggris. Dalam latihannya, kalo mereka kalah disuruh tidur di kandang sapi. segitunya mereka ga mentolerir kekalahan dalam memperjuangkan keuthan NKRI..Kopassus juga rajin dikirim untuk melakukan kegiatan2 penyelamatan dan pertolongan awal di daerah bencana karna dikenal taktis dan mobilitas tinggi.

Recomended lah buku ini pokoknya..
Kita bisa tau cerita2 Kopassus kaya, yang kesasar dihutan terus ngerasa ada yang "nuntun" lah, yang ditembakin temen sendiri karna lagi nyamar jadi GAM lah, terus yang jadi penyelamat pasukan2 perdamaian dari negara lain yang dikejar2 penduduk karna bertingkah tapi selamat karna ditolong Kopassus yang disegani, dan masi banyak lagi yang bisa kita ketahui dari buku ini. Hal2 yang jarang diketahui masyarakat umum. Mudah2an bisa makin meningkatkan kinerja Kopassus dan TNI secara umum. Mudah2an bisa juga meningkatkan minat2 pemuda Indonesia yang tertarik untuk bergabung bersama Kopassus, Untuk Indonesia!

Baret Merah - Ciri khas Kopassus Indonesia

mari benar-benar hidup

Saturday, June 12, 2010

Tuhan itu baik sekali sama saya..

Tadi malem pas pulang ngajar gw diajarin sesuatu sama tukang loak (pengumpul barang bekas). ceritanya gini, sperti biasa gw jalan nelusurin jalan sudirman tadi malem. Tujuan gw mau nonton bareng Afsel vs Mexico di salah satu mall di Balikpapan. Trus pas lagi jalan itu bw berpapasan sama seorang bapak paruh baya yang lagi menggotong mesin parut sepertinya. bajunya kemeja lusuh dengan celana panjang sedikit sobek di bagian betis dan tanpa alas kaki. Tiba2 gw inget belum ngeluarin zakat bulan ini. Mama bilang dia kalo ngeluarin zakat biasanya lewat orang2 yang ketemu dijalan. bapak2 tua dhuafa atau siapapun yang berhak. Lalu gw pun berniat malem itu untuk ngeluarin sebagian zakat gw ke bapak itu.

Karna berpapasan dan udah lewat, gw panggil bapak2 itu pelan, trus dia berenti ngebalik badannya.
Gw : "Bapak mau kemana pak?"
Bapak : " mau kesana.." menunjuk sembarang.
Gw : "bapak pulang kemana?tinggalnya dimana..?"
Bapak : "di depan2 toko aja saya nanti tidurnya. saya ga punya rumah.."
Gw : " anak istri dimana pak..?"
Bapak : " ga punya mas.."
Gw : " pak ini ada sedikit saya niatkan sebagai sebagian zakat, buat bapak..tolong diterima.."
Bapak : " oh, tidak usah mas..saya mencari barang bekas.."
Gw : " iya saya tau pak, tapi ini InsyaAllah saya ikhlas buat bapak beli baju dan alas kaki."
Bapak : "saya cari barang bekas mas" kali ini sambil tersenyum..

trus gw masih agak sedikit memaksa supaya bapak itu mau nerima. berhubung kedua tangannya sibuk memegangi mesin parut yang berat itu, gw berusaha masukin uang itu ke kantong kemeja si bapak. tapi dengan cepat dia memutar badannya suapaya gw ga bisa masukin uang sambil ngomong sekali lagi "makasih mas..tapi saya mencari barang bekas.." kali ini senyumnya bikin gw merinding karna terasa sekali bapak ini orang yang tangguh..
terus bapak ini pamit sambil sekali lagi bilang makasih.

gw ga berenti meratiin dia jalan makin menjauh dan hilang dibalik belokan jalan. Ko rasanya ga bisa gerak..malu campur kaget.. gw ngebayangin kalo lagi ga punya duit aja rasanya pasti gw mau tuh nerima orang ngasi duit 100rb cuma2..apalagi dalam keadaan ga punya tempat berteduh pasti makan aja juga susah..tapi bapak itu ga mau. Dia mencari barang bekas seperti yang dibilangnya tadi. dia gamau nerima pemberian orang cuma2, dia mau bekerja keras buat hidup, walaupun dia gapunya tempat tinggal bahkan alas kaki.

Biarpun harusnya rejeki itu diterima, tapi bapak tadi malem itu ngajarin sesuatu soal kerja keras dan pantang menyerah. Semoga Tuhan memudahkan bapak itu.. semoga Tuhan melindung bapak itu. dan semoga Tuhan memberikan kita semua kekuatan untuk mampu bekerja keras dan tidak kenal menyerah seperti bapak tadi.

Terimakasih Tuhan, Engkau mengajarkan aku melalui bapak2 tadi malam..

mari benar-benar hidup

kalo seperti ini, yang nilainya tinggi(belum tentu pintar), cuma yang punya uang aja dong..??

Akman : “Bang Dika, kayanya biarpun saya belajar tetep ga akan bisa dapet nilai 100 deh UAS Matematika besok. Soalnya pasti soal2 UASnya susah bang..”

Gw : “Loh, kenapa emangnya man? Kamu kalo rajin2 latihan soal2 pasti bisa dapet 100 ko..emangnya ujian2 sebelumnya ga pernah ada yang dapet nilai 100..?”

Akman : “ada sih bang..tapi pasti Cuma anak2 yang les sama gurunya..”

Ismail :” iya Bang Dik..di sekolah saya juga gitu..yang dapet nilai2 tertinggi pasti Cuma anak2 yang les sama gurunya”

Akman dan Ismail adalah anak2 panti Al-Furqan yang masih duduk di kelas 2 SMP.. Percakapan diatas terjadi waktu gw lagi belajar bareng anak2 itu suatu malam di panti. Kaget juga gw ngedengernya, ternyata guru di sekolah mereka ngebuka les (bimbingan belajar) buat anak2 sekolahnya juga. Akman sekolah di SMPN 7 Balikpapan, dan si Ismail di SMPN 10 Balikpapan. Akman dan Ismail ini termasuk anak2 yang menurut gw tergolong cerdas. Mereka selalu semangat sejak gw share tentang gimana belajar matematika supaya seru. Tiap kali gw sampe panti mereka adalah anak2 yang udah standby di tempat belajar lengkap dengan peralatan tempur dan udah ngebawain white board juga buat gw. Dan satu hal lagi, mereka itu –percaya ge apercaya- ganteng kaya pengajarnya (hehehe:D)..akman ini mirip Ariel Peterpan (mukanya, bukan kelakuannya), trus kalo si Ismail mirip Pasha Ungu. Suer deh gw ga boong ni anak dua gedenya pasti digandrungi para wanita..hahaha…Itulah sekilas tentang Akman dan Ismail.

Gw pengen bahas soal guru mereka tadi. Menurut gw ko aneh ya kejadiannya? Malem itu juga pas lagi belajar gw langsung browsing soal kode etik guru. Ga nemu sih yang spesifik mengenai kondisi kaya guru2nya Akman dan Ismail. Tapi gw punya pandangan pribadi soal ini. kalo guru ybs membuka bimbingan belajar buat anak dari sekolah lain sih lain soal. Tapi kalo bimbingannya buat anak didik di sekolahnya –apalagi anak kelasnya- sendiri jatohnya jadi hal yang salah. Gini, saat guru memberikan bimbingan berbayar diluar proses sekolah, mau ga mau pasti akan ada konflik kepentingan si guru itu. keadaan itu memunculkan potensi kecurangan akademis oleh guru. Alhasil, walaupun orangtua tidak pernah meminta, guru akan “membocorkan” soal ulangan bahkan UAS sekalipun. Keinginan guru untuk membuat anak didiknya bisa melalui ujian dengan nilai baik akan muncul bukan lagi hanya karna alasan tugas seorang guru untuk membimbing muridnya, tapi juga akan didasari tugas seorang guru les untuk membuat anak mimbingan berprestasi supaya tetap dipercaya membimbing anak tsb oleh orang tuanya..Dengan kata lain pemasukan sampingan lancar, lebih jauh lagi bertambah karna makin banyak orangtua murid yang ingin anaknya bernilai tinggi dengan dibimbing oleh guru tsb.

Dari sisi proses pendidikan, keadaan tersebut sebenernya musibah bagi anak2 yang dibimbing oleh guru tadi di luar sekolah. Karna konflik kepentingan si guru, anak2 berpotensi mendapat pendidikan yang kurang baik akibat orientasi belajar yang hanya tertuju pada nilai yang tinggi. Anak2 akan terbiasa “menghafal” cara menjawab soal cerita Matematika daripada memahami logika berfikirnya. Soal2 yang diujiankan yang notabene dibuat oleh guru ybs akan diberikan terlebih dulu di bimbingan belajar. Lalu anak2 akan mengerjakan soal itu dibimbing si guru. Dan begitu soal tersebut keluar, lancar lah. Lalu anak2 akan berfikir bahwa begitulah cara belajar matematika yang benar. Buktinya nilai mereka selalu bagus. Sementara mereka ga sadar kalo sebenernya seandainya soalnya diputer2 dikit pasti mereka kelabakan karna ga paham logikanya. gw inget beberapa kali Akman pernah memastikan ke gw apakan cara dia ngerjain soal itu bener ato ngga..? soalnya temen2nya yang les sama guru ngerjainnya dengan cara yang beda walaupun sama hasilnya. Dan memang menurut akman dia ga bisa berdiskusi dengan temen2nya soal perbedaan cara tersebut karna temen2nya mentok di “yang penting gini rumusnya man..!”

Lalu dari sisi lain, keadaan itu akan memunculkan kesenjangan sosial bagi anak2. Yang mampu bayar gurunya ya ikut les, sementara yang ga mampu ya ga ikut les. Contohnya anak2 Al-furqan, panti tidak mungkin membiayai mereka buat ikut bimbingan belajar. Dan yang gawatnya lagi, keadaan ini bisa memunculkan pesimisme buat anak2 yang ga ikut bimbingan sama gurunya, seperti yang terlihat di percakapan awal antara gw, Akman dan Ismail.

Memang tidak ada jaminan juga bahwa guru2 yang mengadakan bimbingan belajar akan berlaku tidak sehat. Tapi setidaknya muncul potensi itu. Terbuka ruang untuk menjerumuskan anak2 kedalam kebodoahan, disadari maupun tidak, disengaja maupun tidak. Gw berencana main ke sekolah mereka suatu saat. Pengen liat langsung proses di sana. Mudah2an nanti muncul ide untuk bisa berbuat sesuatu soal masalah ini.

Hari ini (Sabtu), Akman lagi Ujian IPA, sementara si Ismail Matematika. Entah kenapa gw yang deg2an sekarang hehe..mudah2an mereka bisa ngerjain dengan baik dan dapet hasil maksimal. Supaya mereka makin yakin kalo. saat kemauan mereka kuat, mereka bisa jadi apa saja yang mereka inginkan..

mari benar-benar hidup

Friday, May 28, 2010

ITB itu apa ya bang??

Itu pertanyaan yang keluar dari mulut Yudi, salah satu anak panti asuhan Al-Furqan, Balikpapan, saat gw tanya apakah dia mau kuliah seperti di ITB mungkin. Jujur aja, itu respon yang menurut gw jauh lebih buruk daripada jawaban ngga ingin kuliah. Ya, Yudi ini salah satu dari tiga anak Al-Furqan yang duduk di bangku SMK. Lima anak lainnya masih SMP dan tujuh yang lain masih SD. Al-Furqan ini adalah panti asuhan putera tempat gw jadi volunteer untuk ngajak anak2 ini belajar bareng. Awalnya niat gw pengen cari panti asuhan buat menyampaikan zakat penghasilan gw tiap bulan aja, tapi rencananya berkembang karna waktu main kesana pertama kali waktu nyari2 panti asuhan bikin gw tertantang.

Gw akan cerita sedikit tentang keadaan di panti ini. Menurut sejarahnya, panti yang udah berdiri kurang lebih 20 tahun ini udah punya banyak lulusan (udah tamat SMK dan bekerja menghidupi diri sendiri). Dan lulusan2nya itu udah pada jadi macem2, ada yang kerja di hotel, jadi sekretaris, pengangguran, merantau ke jawa, dan ada juga yang “gagal” berujung jadi preman atau pemakai narkoba. Di Al-Furqan ini kehidupan anak2 ditanggung sepenuhnya mulai dari makan, tidur, uang jajan, buku pelajaran, pakaian, sepatu, dsb. Panti ini punya donatur2 yang sifatnya tetap atau juga ngga. Tapi dari cerita pak Imam, kepala panti, sejauh ini Al-Furqan sih lumayan cukup dari sisi materi. Belum pernah kesusahan ga ada makanan ato kekurangan biaya operasional. Kata pak Imam, ada aja orang yang dateng ngasi bantuan materi.

Waktu hari pertama gw main kesana, selain ngobrol2 sama pak Imam untuk nanya2 tentang panti, gw juga ngobrol2 sama anak2nya, salah satunya ya Yudi tadi. Dari obrolan eksploratif itu gw ngeliat kalo ada semacam patron di panti ini. Patron kalo anak2 panti ini abis tamat SMP seakan-akan harus masuk SMK (Sekolah Menengah kejuruan), bukan masuk SMA. Anak2 panti jadi menganggap kalo mereka memang tidak dibolehkan masuk SMA dan di sisi lain mereka pun ga nolak masuk SMK. Dari obral obrol sana sini gw menyimpulkan kalo pada dasarnya panti ini kan tujuannya menampung anak2 dan menghidupi mereka, termasuk menyekolahkan agar anak2 panti ini bisa hidup mandiri nantinya. Ada sisi dilematis disini. Pengurus panti bukannya ga pengen masukin anak2nya ke SMA, tapi boleh dibilang SMK adalah jalan yang lebih “aman” buat anak2 Al-Furqan karna setelah lulus nantinya minimal mereka punya suatu keahlian khusus dan ga akan susah nyari kerja, seperti kebanyakan lulusan2 panti ini yang tadi gw certain. Sementara kalo mereka masuk SMA, setelah lulus mereka belum punya suatu keahlian. Dan pengurus ga sanggup kalo harus menyekolahkan mereka lagi ke universitas. Kebijakan panti ini memang untuk melepas anak2 yang udah lulus SMK soalnya. Waktu gw tanya pa Imam, beliau bilang kalo itulah alasan mereka dimasukin ke SMK/STM. “soalnya mereka juga kemampuan akademisnya biasa2 aja mas Dik”, penjelasan tambahan pa Imam tentang masuk SMK ini. Banyak pihak mau ngasih beasiswa, tapi beasiswa tentu diberikan dengan syarat prestasi. Dan tentu beasiswa juga diberikan buat anak2 yang memang ingin kuliah. Di panti ini lain ceritanya, karna patron yang gw bilang tadi. Anak2 ini jarang mendapat informasi tentang ada pilihan apa aja di “luar” sana, sehingga mereka seakan-akan ga punya pilihan selain SMK dan setelah itu bekerja sesuai bidang SMK nya.

Usut punya usut, anak2 panti ini sangat minim berkegiatan ekstrakurikulernya. Tiap hari abis pulang sekolah mereka paling cuma nonton TV atau belajar atau main bola. Pun kalau ada kegiatan di sekolah cuma beberapa anak yang ikut. Terus hari minggu pagi biasanya mereka lari pagi atau kerja bakti bersihin panti dan Masjid. Selebihnya, ga ada ngapa2in lagi. Entah kenapa gw langsung menyimpulkan kalo inilah sebabnya mereka biasa2 aja alias ga berprestasi : kurang kegiatan ekstrakurikuler yang positif. Selain itu pengasuh mereka di panti Cuma dua orang, Pak Malik dan Istrinya, ditambah satu orang seumuran gw , Arifin, pemilik kios koran yang dateng tiap malem buat ngajar anak2 yang masih SD. Tenaga mereka sangat kurang untuk menangani 27 anak panti.

Gw inget dulu waktu masih sekolah, mama adalah “guru pembimbing” yang pasti mantengin gw belajar di rumah. Mama tergolong pinter banget karna mama juga sekolahnya tinggi sampe lulus S1 Sipil ITB. Dulu mama selalu ngasi gw soal2 latian kalo lagi ga ada PR dari guru. Selalu soal matematik. Mama bisa dengan ligat menciptakan soal matematik super banyak dan harus gw selesein dalam waktu yang mama tentuin. Kalo nilai matematik gw di rapor dibawah angka 8, pasti mama marah. Gw bisa kena hukum ga boleh main seminggu walaupun pasti gw selalu menemukan cara buat main juga akhirnya, hehe. Terus waktu SD, setiap hari minggu gw ikut semacam kegiatan anak di Taman Ganesha, Bandung. Itu mama juga yang suruh. Terus gw juga inget kalo gw punya temen main yang seumuran dan banyak di kompleks rumah yang suasananya positif dan kondusif untuk anak2 tumbuh. Singkatnya, dulu gw dapet limpahan bimbingan dari mama papa dan semua kegiatan2 gw. Bimbingan yang sekarang gw rasain bahwa itu adalah hal yang berkontribusi besar dalam membentuk pribadi seseorang dan mimpinya. Bimbingan yang ga dirasain sama anak2 di panti Al-Furqan.

Dari eksporasi itu gw akhirnya merubah rencana awal. Gw berniat main kesana seminggu sekali buat ngajak mereka berkegiatan, apapun yang positif. Minggu pertama gw bawa laptop dan speaker gw ke panti buat ngajak anak2 nonto film “KING”, filmnya Ari Sihasale. Tujuannya supaya mereka dapet suplemen tentang bermimpi. Karna gw rasa anak2 ini belum mendapat fasilitas yang cukup buat bisa bermimpi. Mereka butuh alasan untuk bermimpi. Alhamdulillah gw pernah jadi Taplok OSKM (pembimbing kelompok), mentor, sampe Danlap yang bikin gw bisa memaksimalkan usaha penyampaian pesan film itu ke anak2. Tapi abis nonton gw ngobrol sama Arifin –pengajar anak2 SD-, dia bilang kalo anak2 SMP dan SMK di panti ga ada yang ngajarin kalo malem. Jadinya mereka belajar ato ngerjain PR dari gurunya sendiri aja, itupun kalo mereka ga males2an. Gatau kenapa gw langsung tertantang buat nemenin mereka belajar. Hanya dengan bermodalkan ingatan gw tentang mama yang bisa2nya masi ngolotok pelajaran SD, SMP, dan SMA nya padahal udah angkatan jaman jabot, gw langsung susun jadwal belajar bareng sama anak2 SMP dan SMK nya. Mama bisa, gw juga harus bisa! Senin dan rabu malem buat anak SMP, selasa dan kamis malem buat anak SMK.

Udah dua minggu lebih semua ini berjalan, Alhamdulillah so far so good. Minggu pagi kemaren gw sama anak2 jogging bareng ke Lapangan Merdeka Balikpapan. Waktu belajar malem mereka antusias belajar macem2 pelajaran sekolahnya. Gw banyak membantu menerangkan dasar2 pelajaran mereka yang mereka belum paham. Kemarin salah satu anak SMP, Akman, pas belajar malem sumringah karna siangnya dia abis ulangan Matematik tentang prisma dan limas dan dia bilang dia bisa ngerjain semua soal2nya karna sekarang udah ngerti prinsip2nya si prisma dan limas ini. Dada gw terasa sangat ringan ngedengernya. Terus mereka juga sangat antuisas ngedengerin dongengan gw tentang ITB. kenapa ITB? Simply, karna gw bukan lulusan UI atau UGM, hehe. Mereka mulai sering nanya2 gimana caranya kuliah, ada jurusan apa aja, dsb. Gw juga banyak cerita tentang pengalaman2 temen2 di kampus yang juga berasal dari panti atau keluarga yang tidak mampu tapi mereka berhasi kuliah dan mengejar cita2nya.

Gw tertantang untuk bisa membuat mereka bermimpi. Gw tertantang untuk bisa membuat mereka juga merasakan apa yang gw dapetin dulu dari mama papa dan masa kecil gw. Karna, mereka sama gw cuma beda pintu masuknya doang ke dunia ini. Jadi ga adil gw pikir kalo mereka dibiarin gitu aja sementara gw merasa mampu untuk berbagi banyak hal dengan mereka.

Bismillah..
Mudah2an Allah ngejaga niat dan hati gw, mudah2an gw terus dikasih kekuatan buat ngejalanin ini dengan tulus, mudah2an anak2 itu bisa punya mimpi besar akhirnya dan mengejarnya sampe kemanapun..
Amin

mari benar-benar hidup

Saturday, May 22, 2010

obrolan singkat di ruangan kantor

Ada poin bagus di tulisan yang menceritakan kejadian beberapa menit yang lalu yang akan gw tulis ini..

Balikpapan, di kantor sekitar jam 2 siang

seorang bos berkewarganegaraan Australia tiba2 masuk ruangan gw yang kebetulan punya meja besar. dia ngegunting satu karton besar ukuran A0 dan ngebentuk karton itu jadi bentuk jam dinding besar.

gw : buat apa itu Wayne?
Wayne : untuk belajar..

gw awalnya mikir itu buat dia belajar, karna setau gw dia tiap selasa dan kamis belajar Bahasa Indonesia sama guru les nya. (oh iya, FYI Wayne ini umurnya 55 taun tapi keliatan seperti baru 45-an).
Trus akhirnya gw tau dari supirnya pas si Wayne lagi ngambil sesuatu ke ruangannya kalo jam besar itu ternyata untuk alat peraga di panti asuhan. ternyata si Wayne ini ngajar Bahasa Inggris di salah satu panti asuhan di Balikpapan. Trus si Wayne ini ke ruangan gw lagi masih dengan proyek jam raksasanya.

Gw : anda mengajar bahasa inggris di panti Wayne? mengajar anak umur berapa?
Wayne : yes, saya mengajar anak umur 5-9 tahun disana.
gw : kenapa anda mengajar disana Wayne?

entah kenapa gw sangat penasaran dengan motivasi dia, gw selalu penasaran ada pemikiran apa di kepala setiap orang yang ngelakuin kegiatan sosial,

Wayne : hmm,good question.. saya merasa perlu memberikan sesuatu pada orang2 Indonesia, maksud saya, saya datang ke negara kalian untuk bekerja, dan saya dibayar dengan uang yang sangat banyak..saya bisa saja datang kesini (Indonesia) untuk bekerja lalu kembali mambawa uang kalian. tapi hati saya tidak ingin seperti itu. saya tidak bisa merubah dunia, tapi at least dengan bahasa inggris yang saya ajarkan mudah2an anak2 bisa merubah nasib mereka nantinya.

sebenernya gw agak kaget dengan jawabanya, gw kaget karna gw cukup kenal si Wayne ini..dan penilaian gw selama ini dia adalah seorang duda yang sudah ga punya tanggungan yang duitnya banyak dan suka bersenang-senang. yah maklumlah, secara dia duda..tapi ternyata gw salah menilai..

poin yang pengen gw angkat yang menginspirasi dari obrolan singkat gw itu adalah soal keikhlasan berbakti pada tanah air..

orang yang cuma "mampir" aja merasa harus balas budi dengan mengajar, apalagi kita -orang Indonesia Aseli- yang lahir di tanah ini.., tumbuh karena air dari tanah ini.., dan makan dari hasil tanah ini..
harusnya kita punya keinginan yang jauh lebih besar untuk berbakti pada tanah air kita..lebih pasnya mungkin bermanfaat buat tanah air kita..bermanfaat buat orang2 di dalamnya..
sekecil apapun yang kita lakukan untuk orang banyak, pasti akan berdampak sesuatu..apalagi kalo besar..hehe

ayo guys, orang2 yang berbuat hal buruk ada dimana-mana..tapi selalu akan ada orang baik yang menyeimbangkannya..mari jadi orang2 yang berbuat baik itu..

so then world will be a better place..
Indonesia bisa!

mari benar-benar hidup

here we go again

sudah satu tahun blog ini gw tinggalin..sejak kenalan sama fesbuk jadi ga begitu sering lagi posting di blog..
kemaren, berawal dari obrol2an di forum HMTL tentang blog, gw iseng liat2 lagi blog gw dan jalan2 ke beberapa blog temen. langsung kebayang sambil senyum senyum sendiri saat2 gw nilis tulisan2 yang dulu gw posting di blog. ada lah masa2nya lagi galau dan labil (maklum masi muda), ada juga saat2 semangat berapi2, ada saat patah hati dan sebagainya.hahaha..lucu2 juga kalo diinget2.

gw jadi mikir lagi, banyak hal bisa jadi pemacu diri gw sendiri saat gw menuliskan apapun di sini. sukur2 jadi pemacu orang lain juga.
so,mulai sekarang berniat untuk kembali menulis di blog ini. mudah2an bermanfaat.

satu lagi, mau ganti tagline juga,hehe.

mari benar-benar hidup