Monday, January 31, 2011

Childrens are

Di dalam kelas 5 pada pelajaran IPA. Saya sedang mengajarkan tentang gaya magnet. Hari itu pertemuan kedua untuk materi gaya magnet. Di pertemuan pertamanya, saya mengenalkan mereka sifat-sifat magnet. Lalu di pertemuan kedua ini saya ingin anak-anak membuat magnet dari sendok logam yang saya minta mereka bawa masing-masing. Sementara magnetnya saya yang sediakan. yang kurang saya prediksi adalah bahwa ternyata sendok + meja belajar adalah mainan yang sangat menarik bagi anak-anak kelas 5 ini. Begitu masuk pelajaran IPA dan saya minta mereka mengeluarkan sendok mereka masing-masing, terdengarlah riuh akibat pukulan-pukulan sendok ke meja. Coba kalian ambil sendok logam dan pukulkan yang kuat ke meja kayu, bayangkan bunyinya jika dilakukan bersama-sama oleh 24 anak.

Saya : memikirkan cara menenangkan keriuhan itu, lalu, “nih, coba ikuti ketukan bapak!” lalu mencontohkan sebuah irama ketukan.

Kelas 5 : mengikuti ketukan saya sekuat tenaga. Tapi tidak berhenti.
(Ttteeeeeeeeeeeeeeeet!! Wrong move pak guru..!!)

Saya : “ayo kita mulai membuat magnet! Siapa yang mau membuat magnet???”

Kelas 5 : tampak terlalu asik dengan sendok dan meja mereka. Terlebih lagi karena mereka adu kuat bunyi antar sesama mereka.

Saya : mulai kesal. “yang masih pukul-pukul meja, tidak dapat magnet ya...”

Kelas 5 : beberapa mulai berhenti. Beberapa masih lanjut dengan alat musik mereka.

Saya : berjalan ke belakang dan mendiamkan satu persatu sampai di meja Amalan, salah satu anak kelas 5.

Amalan : sesaat setelah saya pergi meninggalkan mejanya, “TOK TOK TOK TOKKK!!!”

Saya :berbalik badan, “Amalaan, diam sudah, kita mau membuat sendok itu menjadi magnet..”

Amalan : “saya pak guruuuu!!!” (artinya: iya pak guru!)

Saya : berbalik badan untuk kembali ke depan kelas. tiba-tiba..

Amalan : “TOK TOK TOK TOK TOK!!!!!!!”

Saya : kesal. Berbalik badan dan berencana memberikan hukuman pada Amalan dengan mengambil sendoknya dan tidak memberinya magnet. Tapi begitu melihat mukanya, instead of doing my plan, saya tertawa lemas melihat ekspresi Amalan. Ekspresi kaget dan takut karena sebenarnya dia mungkin tidak sengaja. Dia hanya begitu tertariknya dengan sendok dan meja sehingga dengan cepat melupakan bahwa saya baru saja habis memberinya teguran. Dan seolah-olah begitu saya balik akan memarahinya, dia kembali ingat bahwa saya melarangnya memukul-mukul meja dengan sendok. Something like : Uups..! i am so dead!

Akhirnya karena saya tertawa lemas melihat ekspresi Amalam, seluruh kelas ikut menertawakan Amalan (atau menertawakan saya) sambil kembali –secara otomatis- membuat riuh dengan sendok dan meja mereka masing-masing. Saya memutuskan untuk membiarkan mereka. Atau sebenarnya saya hanya terlalu lemas tertawa dengan tingkah Amalan. Lalu beberapa saat kelas riuh. Dan yang ajaib adalah tiba-tiba mereka berhenti dan bersahutan bilang, “ayo sudah pak guru, mari kitong bikin leper (sendok) ini jadi magnet. Bagaimana caranya pak guru??” and just like that, mereka akhirnya belajar membuat magnet. Hahaha, my childrens..:)


****

Di kelas 5 saya sudah membuat peraturan dengan anak-anak, “boleh bermain bola pada jam istirahat asal tidak mengantuk di jam terakhir”. Awalnya mereka pikir gampang, tapi minggu pertama cukup membuat mereka sadar bahwa jika mereka bermain bola sepanjang istirahat yang hanya 25 menit itu, pastilah mereka akan mengantuk pada jam terakhir. Dan saya selalu menagih janji mereka. Itu membuat mereka mulai mencari alternatif permainan lain. Saya selalu membawa gitar dan beberapa puzle yang saya miliki dan ternyata cukup bisa mengalihkan mereka dari bola pada jam istirahat.
Hari itu, kamis, minggu ketiga semester 2. Pagi hari di sekolah berjalan baik-baik saja. Apel pagi dengan keceriaan dan semangat anak-anak. Saya masuk kelas dengan perencanaan matang, RPP lengkap untuk pelajaran sampai jam terakhir. Matematika, Pkn, dan Bahasa Indonesia. Jam istirahat tiba. Anak-anak langsung bermain bola di lapangan sekolah. Saya tidak melarang mereka karena kami punya perjanjian soal ini. saya pikir mereka tidak akan bermain sekuat tenaga karena ingat janji mereka. Lalu saya bunyikan lonceng tanda istirahat berakhir. Saya masuk ke kelas.

Saya tunggu 10 menit, baru setengah kelas yang masuk, sisanya masih mencuci kaki di pancuran air depan sekolah. Saya biarkan. Setelah mereka masuk saya langsung memulaii pelajaran bahasa Indonesia dengan mengeluarkan semua energi saya siang itu yang harus bersaing dengan panasnya cuaca siang itu. Siang itu tentang mendengar cerita dan membaca. Saya mengajak mereka meninggalkan kursi masing-masing untuk berkumpul di depan kelas duduk di lantai membuat lingkaran. Mulai saya rasakan aura-aura mengantuk pada anak-anak. Tapi saya lanjut dengan lebih bersemangat. Saya mulai dengan membacakan dongeng. Anak kelas 5 sangat suka dongeng biasanya, tapi siang itu entah kenapa terlihat hanya sebagian anak yang antusias mendengarkan. Sisanya mulai ada yang berbaring, mengganggu temannya, dsb. Oke, saya pikir jika saya membaca dongeng dengan lebih ekspresif mereka akan tertarik. Mulailah saya mengeluarkan bunyi-buyian aneh sebagai ekspresi dari tokoh dalam dongeng. Hasilnya, tidak jauh berubah. Rencana saya siang itu adalah setelah saya membacakan satu atau dua dongeng, saya ingin mereka membaca dongeng secara bergantian. Seperti cerita saya di post sebelumnya, anak-anak Pelita cukup tertinggal dalam kemampuan baca tulis. Hanya beberapa orang di kelas 5 yang bisa membaca cepat dan lancar dengan intonasi tanda baca, sisanya biasanya tabrak lari tanda baca. Karena itu saya ingin mereka membaca dongeng ini.

Keadaan kelas makin tidak terkendali. Sebagian anak sudah pindah ke belakang kelas dan tidur. Siang itu saya memilih untuk tidak menegur mereka. Saya memilih untuk menyelesaikan satu putaran giliran membaca. Setelah semua akhirnya mendapat giliran membaca, saya merapikan barang-barang di meja saya di depan kelas. Sebelum keluar kelas saya mengingatkan mereka untuk membuat PR. “kitong pulang lagi pak?”, “bapak mau pulang, kalian bebas mau bikin apa sampai jam 12 nanti”. Siang itu masih jam 11.30 waktu saya meninggalkan kelas. Saya ingin memberikan sedikit shock therapy ke anak-anak yang ternyata cukup bekerja. Anak-anak merasakan ada yang tidak beres dan langsung saling berbisik-bisik. Begitu saya ke ruang guru untuk mengambil beberapa barang, mereka menghampiri saya. Cuma menghampiri, tidak bertanya apapun. Lalu saat saya pulang pun mereka mengikuti saya sampai rumah. Sebelum masuk rumah saya sekali lagi mengingatkan mereka makan siang di rumah dan mengerjakan PR. Saya sama sekali tidak marah, hanya ingin membuat anak-anak memikirkan kesalahan mereka.

Sekitar jam 2 siang sehabis saya makan siang, saya mengerjakan RPP sambil mendengarkan musik dari leptop di kamar. Di luar rumah saya bisa mendengar anak-anak kelas 5 berkumpul. Mereka masih membahas kejadian siang hari di sekolah. Saya bisa mendengar mereka dari dalam kamar. “ngana tuh, tidor di belakang tadi tuh”, “ih ngana tuh baribut, pahe!” mereka mulai saling menyalahkan satu sama lain mencari penyebab kejadian siang tadi. Sampai akhirnya saya tidak mendengar lagi suara mereka di luar. Tiba-tiba adik angkat saya, Eba, mengetuk pintu dan mengatakan anak-anak kelas 5 menunggu saya di depan. Saya keluar dan mereka berbaris rapi di teras. Abdurrahmanwahid, ketua kelasnya angkat bicara, “pak guru, kami mau minta maaf”. Hal yang sebenarnya tidak saya duga. Lalu saya tanya, “minta maaf kenapa?”, “kami sudah bikin pa guru marah..” Abdurrahman menjelaskan. Lalu saya tanya lagi dengan sekuat tenaga menahan sumringah karena sebenarnya saya bangga sekali pada mereka, “memang kalian bikin apa tadi?”. mereka memberikan jawaban yang sepertinya sudah mereka musyawarahkan. Mereka tahu kalau saya tidak suka saat mereka sudah mulai saling menyalahkan satu sama lain. “kami semua melanggar peraturan pak guru, semua peraturan kelas 5 yang kami buat sendiri”. Dan saya tidak tahan lagi menahan senyum, akhirnya saya bilang “iya sudah bapak tara marah.. bapak maafkan..”. Mereka juga bilang tidak akan mengulangi kesalahannya lagi. Saya sebenarnya bahkan tidak marah sedikitpun. Yang saya harapkan sebenarnya hanya mereka hadir esok harinya dan merasa harus bersikap lebih baik. But i got more. Siang itu saya senang sekali menemukan kalau anak-anak saya ternyata berani datang dan meminta maaf. I’m very proud of them..

Lalu setelah itu saya suruh mereka mengerjakan PR. Mereka bolehmengerjakan di rumah saya jika mereka mau. Lalu seperti biasa, sore itu rumah saya ramai dengan anak-anak yang mengerjakan PR dan bermain gitar, membaca buku-buku saya atau sekedar memperhatikan teman-temannya. Tiba-tiba salah seorang bertanya,“pak guru berarti tara jadi pulang ke Jakarta toh?” tanya Naim yang sepertinya termakan omongan teman-temannya..hahaha..

Saya pikir-pikir, sebenarnya dari kecil kita polos. Merasa salah, ya minta maaf. Jadi kalau sekarang ada diantara kita yang masih takut meminta maaf atas kesalahannya, jangan sebut dia kekanak-kanakan. Karena anak-anak ternyata tidak seperti itu. Itu tadi contohnya, anak-anak saya.

****

Di akhir minggu ketiga, saya menjanjikan kepada anak-anak mengajak mereka piknik ke Pulau Ambatu di seberang desa Pelita. Tentang pulau Ambatu juga pernah saya ceritakan di postingan sebelum ini di blog saya. Saya menjanjikan piknik itu dengan syarat anak-anak harus berlaku baik dan mengerjakan PR mereka. Dan karena 3 minggu berjalan cukup baik, saya memenuhi janji saya. Kami piknik ke Ambatu. Saya meminjam ketinting berbadan agak besar yang bisa membawa 24 anak-anak kelas 5.

Waktu berangkat, mesin ketinting kami bermasalah. Ternyata tanki bensin kemasukan air dan harus dikuras menggunakan selang kecil. Masalahnya, kami sudah terlanjur berada sekitar 200 m dari depan dermaga Pelita dan di ketinting tidak ada selang. Tiba-tiba Man, salah seorang anak yang sejak berangkat mengenakan life vest yang saya bawakan, menyeburkan diri dan berenang ke arah darat. Saya kaget dan menyuruhnya kembali. Dia hanya berteriak pada saya bahwa dia akan pulang mengambil selang. Not cool man!, mereka ini di bawah tanggungjawab saya. Bagaimana kalau Man tenggelam? Saya terus menyuruh Man kembali tapi dia tetap berenang. Anak-anak yang lain meyakinkan saya dengan mengatakan, “tenang pak guru, Man itu rajanya air masing”. Memang saya tahu Man ini sangat lincah di air. But still, 200 meter dari darat!

Saya tidak melepaskan pandangan dari Man. Jika terjadi sesuatu, saya tahu saya harus menyelamatkan Man. Saya bisa berenang, tapi berenang 200 meter di laut tanpa lifevest, nah ini saya belum pernah coba. Apalagi dalam keadaan panik. Tapi melihat Man mengenakan lifevest membuat saya sedikit tenang karena paling tidak dia akan tetap mengambang di permukaan. Singkat cerita, Man kembali membawa selang dan ketinting kami berhasil saya perbaiki. Man, “si raja air masin”.

Piknik selesai, anak-anak senang, kami bersiap untuk pulang. Saya mengingatkan anak-anak untuk memastikan barang-barangnya tidak tertinggal. Sebelum naik ke ketinting saya menghiting jumlah dan masih pas. setelah berjalan beberapa menit, Man tiba-tiba berdiri dan berteriak menunjuk ke arah Pulau Ambatu yang baru kami tinggalkan, “pak guru, ada orang tertinggal satu itu..!!!” saya kaget, membalik badan dan mencari orang yang Man maksud. Saya tidak melihat siapa-siapa. Tapi Man masih menunjuk-nunjuk, “itu pak guru..itu..!!”. lalu saya tanya, “siapa??”. Tiba-tiba Man tertawa diikuti anak-anak yang lain. Saya dikerjai! They really got me!
Saya sadar, Man mengerjai saya sepertinya dalam rangka mebalas. Memang beberapa kali saya senang mengerjai anak-anak dalam candaan-candaan seperti yang sering saya lakukan pada teman-teman saya. Dan siang itu saya melihat muka Man saat berhasil mengerjai saya, puas sekali, muka kemenangan, seperti muka saya saat berhasil mengerjai teman-teman saya dulu. Ngeselin parah! Hahahaha..they are adorable..

Saturday, January 1, 2011

Let's Live With No Regret Guys..! Selamat Tahun Baru Semuanya..

Sebenernya niat bikin tulisan ini bukan karena penghujung tahun, tap momen akhir taun 2010 bikin gw inget lagi dulu pernah niat bikin tulisan ini. karena momen awal tahun gw sepertinya adalah pas 10 November 2010 kemaren waktu kami –Pengajar Muda yayasan Indonesia Mengajar- dilepas di Bandara Soekarno-Hatta untuk berangkat ke daerah penempatan masing-masing. Somehow, momen itu seperti lembar baru fase kehidupan gw. Setahun gw bakal meninggalkan kehidupan kota dan hidup sebagai orang Desa, mengajar di SD, belajar tentang ke-Indonesia-an dari kehidupan di Desa. Ini adalah suatu anugerah besar yang Tuhan kasih ke gw, menurut gw. Kadang gw mengingat-ingat apa-apa aja yang pernah gw lewatin sampe gw ada di titik kehidupan gw sekarang. Everythings happened for a reason. Menurut gw menarik mengait-ngaitkan apa yang kita jalanin sekarang dengan apa yang pernah kita lalui sebelumnya. So here i am trying to remember what i’ve been through until now.

Gw pengen mulai dari momen kepindahan gw dari Bandung ke Pekanbaru sekitar tahun 2000 yang lalu. Sebelum pidah. gw sekolah di SLTPN 9 Bandung. Bukan sekolah unggulan, tapi cukup bagus pada masa itu. Bagi anak kelas 2 SMP berumur 13 tahun, yang baru kenal masa2 “bandel”, kenal-kelanan sama cewek, punya temen main yang aktivitasnya beda sama anak2 SD, pindah tempat tinggal itu bukan perkara yang ringan. Apalagi pindah ke kota yang jauh dari Bandung, beda pulau, dan bikin gw gabisa sering2 ke bandung buat ketemu temen2 gw lagi. Sebelum pindah gw sempet uring-uringan bikin nota protes uspaya ga jadi pindah. Tapi yah, kalian pasti tau aksi gw itu cuma akan sia2. Pindahlah gw sekeluarga ke Pekanbaru, Riau. Dari kepindahan itu, sekarang gw sadar kalo gw belajar sesuatu tentang adaptasi. Karakter orang-orang sumatra jelas beda dengan orang2 di jawa. Walaupun gw asli orang Minang, tapi dari lahir gw selalu tinggal di Bandung. Jadi masa awal-awal pindah emang cukup berat buat gw. Sebulan pertama gw sekolah di sekolah baru, SMP Cendana Rumbai, seinget gw udah 3 kali berantem sama anak yang akhirnya jadi temen-deket gw di sekolah baru itu. Masalahnya sepele : perbedaan kebiasaan-kebiasaan dan (mungkin) ketengilan gw karena (merasa) populer sebagai anak pindahan dari Bandung. Haha, kids..

Abis masa SMP, gw masuk ke SMA Negeri paling oke di Pekanbaru, SMUN 1 Pekanbaru. Yah, atleast itu yang diyakini anak2 SMUNSA, kami lebih baik dari SMUN 8 Pekanbaru, begitu juga sebaliknya. Sama lah dengan SMA 3 dan SMA 5 Bandung kasusnya. Masa SMA gw juga banyak dihabiskan dengan organisasi dan bolos. Selain belajar yang rajin tentunya hahaha.. gw inget pernah jadi ketua Majelis Persmusyawaratan Sekolah dan sering banget bolos pas kelas 3 (kalo mama baca pasti mama bersyukur karena kalo pas SMA gw kerajinan dan ga sering bolos pasti ntar kuliahnya malah di MIT dan jauh banget dari mama, hehe :D). Oh, dan gw juga inget pernah punya band sama anak2 di SMA yang pada masanya pernah cukup terkenal di Pekanbaru, atleast menurut gw dan temen2 se-Band, hehe. Yah over all masa2 SMA gw rasanya lengkap, and i am greatfull for that.

Kuliah di ITB. Fase ini menurut gw fase yang banyak banget mempengaruhi dan ngebentuk pola pikir gw sekarang. Dari banyak kegiatan yg pernah gw jalanin di kampus, momen kekalahan di pemilihan ketua himpunan HMTL jadi salah satu yang paling penting. Momen itu ngajarin gw soal mengevaluasi diri dan kebesaran hati. Momen berharga banget. Lalu dinamika2 lain seperti jadi Danlap di acara level kampus yang di-Ilegalkan oleh rektor, jadi Menteri PSDM kabinetnya Ijul, sampe akhirnya jadi Koordinator Kongres KM ITB banyak banget memberikan pengaruh terhadap perkembangan pola pikir gw. Kehidupan sosial gw di kampus juga seru. Keluarga gw di kampus adalah HMTL. Banyak banget lah yang gw pelajarin dari Himpunan itu. Terus sahabat2 deket seangkatan yang luar biasa, kelakuannya aneh2, tapi menyenangkan. Dari mereka, gw juga belajar banyak hal. Terus kehidupan percintaan, haha aduh yang ini juga seru. Semua itu berjalan dalam keseluruhan kehidupan kampus banyak ngasi gw sudut pandang baru dan pola pikir yang berkembang. 5,5 tahun gw di kampus rasanya puas. Ngerasa udah mengoptimalkan apa yang kampus punya untuk dipelajari.

Fase berikutnya adalah kerja. Kerja pertama gw sejak lulus, -well, lebih tepatnya sebelum lulus sih- adalah manjadi seorang Junior Enviro Supervisor di Sebuah perusahaan Petambangan Batubara yang punya site di Kalimantan Timur. Sebelum akhirnya gw ditempatin di site, gw sempet sekitar 3 bulan ditempatin di office di Balikpapan. Sekali2 ke site buat survey tapi lebih banyak menetap di balikpapan. Gw nge-kos, tiap hari bolak balik kantor, ngegambar, bikin report, dan pekerjaan2 kantoran lainnya. Niat gw kerja disini emang cuma pengen ngerasain pengalaman kerja profesional. Suasana kerja dan rekan2 kerjanya menyenangkan, but i have to admit that i was bored. Dari kebosanan itu juga akhirnya gw nemu tempat main yang menyenangkan tiap malem, yang juga punya peran penting buat gw dalam memantapkan apa yang pengen gw lakukan sebenernya. Panti asuhan Al-Furqan, panti dengan 25 anak asuh yang 9 diantaranya anak SMP dan SMK bikin gw makin gelisah sebenernya dengan kerjaan gw yang lama. Anak2 ini yang ngajarin gw ke-Indonesia-an yang nyata. Setiap malam, pulang kantor, gw main ke panti untuk nemenin mereka belajar pelajaran sekolahnya. Sesuatu yang menarik gw rasain dari mengajar anak2 itu, sesuatu yang bikin gw merasa lebih hidup. Sejak saat itu gw makin mempelajari lagi masalah2 pendidikan Indonesia. Waktu akhirnya gw dipindah ke site, sebenernya gw makin gelisah karna ga bisa lagi ke Panti untuk nemenin anak2. Semua rutinitas gw lakuin karna profesionalitas aja. Sampe akhirnya gw baca email rekrutment Indonesia Mengajar. Gapake pikir panjang, somehow gw ngerasa ditunjukin jalan, gw langsung apply online dan menunggu hasil. Di kerjaan gw yang lama itu, jadwal kerjanya adalah 6 minggu di site dan 2 minggu cuti. Selama 6 minggu itu gw akan selalu ada di site yang lokasinya somewhere di tengah hutan Kutai Barat, Kaltim. Begitu dapet cuti selama dua minggu gw boleh terbang kemanapun tujuannya dan berlibur. Seperti memang udah jalannya, gw lolos seleksi pertama Indonesia Mengajar dan diharuskan dateng ke Jakarta untuk tahap selanjutnya, Direct Assessment, yang jadwalnya ada di dalem jatah cuti 2 minggu gw. Akhirnya, sebelum seleksi tahap 3, Medical Check up, gw udah memutuskan buat resign dari kerjaan gw yang lama. Agak nekat sih, but that was feels right. Dan gw memilih untuk meyakinkan diri kalo gw akan keterima di IM.
Alhamdulillah, gw keterima dan ada di Desa Pelita sekarang.

Masa2 training Pengajar Muda pra deployment juga menarik. Gw dikumpulkan satu atap selama 7 minggu dengan orang2 yang punya passion sama. Waktu awal gw apply IM, sempet mikir “ada ga ya yang mau daftar juga?”, dan itu terjawab pas akhir2 sebelum dirrect assessment gw tau kalo yang daftar sampe 1300an orang. Man! Rasanya lega, tau kalo banyak banget anak2 muda yang semangat banget buat jalan2. Loh?haha. Banyak proses yang terjadi di trainingcamp Pengajar Muda. Pembenturan2 pemahaman, belajar bareng soal keguruan, saling mentransfer semangat dan energi, bertukar ilmu dan pengalaman, membangun cita2, dan ga ketinggalan, jatuh cinta. Hehe. 7 minggu itu udah ngasih keluarga baru dan tentunya jaringan baru buat gw. Sahabat2 baru gw yang luar biasa itu mengajarkan gw banyak hal. Dan mereka sedang berjuang masing2 sekarang di rumah baru mereka.

Gw pengen berterimakasih buat Mama dan Papa. Semua perjalanan gw bisa seperti itu gw yakin karena apa yang Mama dan Papa ajarin sejak gw lahir. Dua orang luar biasa yang masing2 punya peran besar banget dalam ngebentuk gw. Terimakasih buat semua kata yang keluar dari hati melalui mulut mereka dalam mendidika gw, buat tembok rumah yang mereka izinkan untuk gw dan abang jadiin kanvas lukis, buat semua tretment mereka. Ga akan abis kalo gw ceritain disini tentang Mama dan Papa. Terlalu banyak detail menarik dari mereka. Yang jelas, mereka juaranya lah. Terus juga buat abang Reza dan Uwi, dua sodara laki2 gw, temen berantem waktu kecil, temen ngakalin peraturan mama, dikurung bareng di kamar mandi, terimakasih udah ngasih kesempatan gw belajar jadi adik yang baik (setuju aja lah bang), dan abang yang baik buat (kamu harus setuju wi!:p). Makasi buat semua yang terlibat dalam penciptaan lingkungan masa kecil gw, karna itu yang menanamkan banyak waktu kecil.

Makasih juga buat semua temen2 SD, SMP dan SMA. TL 2004 juga punya peran penting ngajarin gw banyak hal, banyak sekali. Temen2 yang ngerti gw, dan sangat menyenangkan. HMTL, Kampus, rumah kedua gw selama kuliah, semua kegiatan di dalamnya dan orang2nya luar biasa. Gw juga sangat berterimakasih atas 7 bulan gw kerja di Kaltim, 7 bulan yang panting sekali.

Oke cukup, gw semakin merasa ujung2 tulisan ini mirip kata pengantar di Tugas Akhir. Intinya gw Cuma pengen bilang makasi buat semua orang dalam hidup gw. Ga peduli orang itu kenal sama gw dalam kesan menyenangkan atau ngga, gw berterimakasih. Gw ga nyimpen rasa benci sedikitpun kepada siapapun sekarang. Karna apapun kesannya, semuanya adalah bagian dari perjalanan ini. jadi sekali lagi, terimakasih. Semoga Tuhan membalas semua amal baik kalian guys.

Gw selalu yakin, takdir hanyalah sesuatu yang sudah terjadi, dan apa yang belum terjadi adalah yang harus kita usahakan sekuat tenaga. So we can live with no regret, at all.

Terimakasih Tuhan atas semua yang Engkau berikan. Jagalah kami semua dengan kekuatan supaya bisa mengusahakan yang terbaik, dan dengan keikhlasan supaya kami tidak menghabiskan waktu kami dengan mancaci masa lalu. Amin.

Pelita, 31 Desember 2010
(Hujan seharian ini bikin udaranya adem kaya di bandung)

Semester 2, Here I Come..!

Here i am writing something again.

Sudah hampir masuk bulan ketiga saya di Desa Pelita. Waktu cepat sekali rasanya disini. Sejak 12 November lalu PM Halsel sudah sampai di Desanya masing-masing. Dan sampai saya membuat tulisan ini, sudah 1 bulan 18 hari tepatnya kami hidup bersama orang-orang di desa masing-masing. Life’s going great here in Pelita. Saya makin mencintai semua detail desa ini. orang-orangnya, anak-anak, sekolah, rumah, bahkan kasur dan bantal tidur saya. Oh, tidak untuk melupakan nyamuk-nyamuknya yang ganas-ganas-ngegemesin-minta dihajar yang sukanya main keroyokan. Hehe.

Saya ingin cerita tentang rencana umum yang sudah saya susun untuk menghabiskan sisa waktu yang menurut saya tidak lama lagi di Pelita ini, 10 bulan tersisa. Dari 4 arahan besar PM yang kami terima, setelah observasi 2 bulan ini saya sekarang sudah mendapat gambaran tentang apa yang akan saya lakukan untuk keempat arahan itu. Yang kesemuanya harus dan akan saya selesaikan sebelum oktober 2011, sebulan sebelum undeployment PM karena saya harus mentransfer apa yang saya sudah lakukan pada PM yang akan menggantikan saya di Pelita. Rencana ini sangat mungkin ter/di improvisasi dalam perjalanannya. Oh saya suka sekali kerjaan seperti ini, saya hanya diberikan arahan besar lalu saya bebas menentukan apa yang saya lakukan selama setahun ini. Buat saya ini bukan seperti kerjaan jadinya, tapi bersenang-senang menjalani hidup.

Kegiatan Kurikuler

Sejak saya mulai mengajar november lalu sampai habis semester I 2010-2011, saya sudah pernah mengajar di semua kelas. Sifatnya insidental. Beberapa kali saya harus mengajar dadakan menggantikan guru yang tiba-tiba harus ke Labuha mengurus pendaftaran CPNS atau hal lain. Dalam proses mengajar saya itu saya mulai menerapkan apa yang pernah saya pelajari selama training mulai dari pengkondisian kelas sampai perancangan RPP yang kreatif. Beberapa kali anak kelas 6 dan kelas 5 saya ajak belajar IPA di dermaga desa atau sekedar berjalan-jalan melihat hutan. Dari sana saya mengobservasi sebanyak mungkin kondisi anak-anak dan cara belajar mereka.

Di semester 2 yang akan dimulai sebentar lagi, saya bersama kepala sekolah dan guru lain sudah memutuskan bahwa saya akan menjadi guru kelas 5. Ada sedikit perubahan dari rencana awal. Tadinya saya akan menjadi guru mata pelajaran Matematika, IPA dan Bahasa Inggris untuk kelas 4,5 dan 6, tapi ternyata ada satu guru yang semester 2 ini akan pindah sehingga SDN Pelita akan kekurangan guru kelas. Ditambah saya, sekarang guru Pelita pas berjumlah 6 orang, cukup untuk memegang masing-masing kelas. Oke, ini menarik. Kebetulan saya lebih mengenal anak-anak kelas 5 karena sepanjang ujian semester kemarin saya bersama kelas 5 menggantikan guru kelasnya yang sedang tes CPNS ke Labuha. Selain menjadi guru kelas, saya juga ditunjuk untuk menjadi guru pada jam pelajaran tambahan untuk kelas 6 dalam rangka persiapan menghadapi UN Mei 2011 yang akan datang.

Dalam hal persiapan, saya dan guru-guru lain sepakat untuk mambuat rencana ajar untuk semester 2 ini bersama-sama. selama ini menurut kepala sekolah belum pernah ada rencana ajar yang berkesinambungan dan efektif. Itu karena guru-guru jarang mendapatkan training dan pengawasan. Soal ini sudah saya ceritakan di post sebelum ini. semester 2 ini saya akan coba membuat suatu turunan KTSP yang simple. Saya memilih tidak menggunakan istilah-istilah seperti RPP dan sejenisnya untuk menghindari kesan rumit. Tiap guru di semester 2 ini akan memiliki sebuah kertas besar yang akan ditempel di belakang meja masing-masing. Kertas itu akan berisi kejaran-kejaran mingguan setiap guru yang akan rutin dievaluasi bersama tiap akhir minggu. Jadi kami bisa bersama-sama saling mengevaluasi dan memberikan masukan untuk minggu berikutnya. Saya tahu, saya harus membuatnya terlihat sesimpel mungkin supaya rencana ini bisa berjalan konsisten sampai akhir semester dan akhirnya bisa diteruskan di tahun-tahun berikutnya karna sudah menjadi kebiasaan baru.

Di awal semester, saya akan mengambil 2 minggu pertama untuk mengkondisikan kelas dengan rules yang akan dirancang bersama oleh anak-anak. Anak-anak akan saya kasih 3 lembar kalender bekas untuk menyampul buku tulis dari tiga mata pelajaran yang saya ajar. Ini saya lakukan untuk membiasakan anak-anak merawat bukunya. Buku tulis mereka tidak terawat selama ini. Saya juga akan memulai pengkondisian kelas untuk menciptakan suasana kelas sebagai suasana kelompok belajar, sebuah tim yang sedang belajar bersama, hal yang saya pelajari dari buku learning to teach 1.

Beberapa kali saya mengingat-ingat dengan keras bagaimana keseharian saya waktu SD dulu. Apa metode-metode yang diterapkan di kelas oleh guru saya. Bagaimana cara mereka memberi hukuman, cara mengajar, cara mengapresiasi. Sedikit banyak itu membantu saya dalam menyusun rencana ajar semester 2 ini.

Pembelajaran Masyarakat

Bagian ini saya ceritakan lebih dulu sebelum bagian kegiatan ekstrakurikuler karena memang berkaitan dan akan saya bagian ini lah yang akan saya insisiasi lebih awal. Ada dua bidang yang saya rencanakan, pertama adalah yang masih berkaitan dengan pendidikan formal sekolah dan yang kedua adalah yang sifatnya pemberdayaan masyarakat desa.

Anak SMA di Pelita berjumlah hanya sekitar 35 orang. Saya berencana untuk mengaktifkan kegiatan untuk mereka di luar sekolah. Seminggu 3 kali, malam hari, mereka akan saya ajak kumpul di sekolah mereka yang kebetulan terletak di depan rumah saya, untuk belajar hal-hal apa pun yang bisa saya share dengan mereka. Bisa belajar dasar-dasar komputer, bahasa Inggris pemula, public speaking, pidato, atau bahkan sekedar nonton film bersama dari laptop saya sambil bakar jagung. Apapun yang positif. Yang saya ingin bentuk adalah komunitas kegiatan untuk anak-anak SMA supaya kegiatan mereka bisa berkembang ke arah positif dan bermanfaat bagi mereka kelak. Setalah komunitas itu berjalan, komunitas memang saya rancang untuk bisa juga membantu saya melakukan tugas saya di bidang lain. Untuk ekstrakurikuler misalnya, saya mengharapkan dan akan menginisiasikan supaya anak-anak SMA bisa menjadi pelatih dan pembina Pramuka untuk adik-adik mereka di SD. Lalu untuk bidang pemberdayaan masyarakat, anak-anak SMA akan saya arahkan untuk menjadi motor penggerak program Desa Percontohan Pengelolaan Persampahan Terpadu Daerah Kepulauan yang akan saya rancang.

Bagian pemberdayaan masyarakat yang saya rencanankan adalah program Desa Percontohan Pengelolaan Persampahan Terpadu Daerah Kepulauan. Kenapa persampahan? Karena sejalan dengan background Teknik Lingkungan saya dan juga masalah ini lah yang saya lihat di desa-desa kepulauan seperti Pelita ini. Secara umum saya gambarkan, desa kepulauan punya masalah dengan tempat pembuangan atau pemrosesan akhir. Paradigma persampahannya adalah : buang ke laut sore ini, besok pagi sampah sudah hilang ditelan laut. Saya sedang memikirkan apa jenis pengolahan yang tepat untuk desa seperti ini. sejauh ini saya memikirkan kompresi dan penyimpanan sementara dan secara berkala dikirim ke Labuha untuk diantar sampai TPA yang baru akan selesai dibangun sekitar 8 bulan lagi berdasarkan informasi dari BPLHK (Badan Pengelola Lingkungan Hidup dan Kebersihan) Kabupaten Halmahera Selatan yang saya satroni minggu lalu. Kepala bagian Kebersihan BPLHK yang saya temui sangat antusias dengan rencana saya menjadikan Pelita sebagai Desa percontohan. Mudah-mudahan setahun ini saya bisa merampungkan sebuah modul sederhana terkait program ini supaya bisa diterapkan di Desa-desa lain di Kepulauan Halmahera Selatan ini.

Masyarakat Pelita juga antusias begitu saya bilang ingin menjadikan Pelita menjadi desa percontohan. Step yang saya mulai adalah pembiasaan pengumpulan sampah. Di desa ini tidak ada tempat sampah. Karena memang sampah tidak pernah terlalu lama disimpan sebelum dibuang ke laut. Di sekolah, saya sudah membuat tempat sampah dari drum bekas dan akan menginisiasi “polisi kebersihan” dari anak-anak SD. Lalu pelan-pelan akan dimulai juga kegiatan pengomposan sederhana skala rumah. Orang peilta sebagian besar juga berkebun. Jadi ,mereka tidak akan bingung memakai hasil komposnya. Dan seperti yang sudah saya ceritakan tadi, ini semua akan jadi program yang dijalankan oleh komunitas anak-anak SMA yang akan saya inisiasi.

Sangat sayang jika laut kepulauan Halmahera ini tidak dijaga. 10 tahun lagi mungkin belum terasa dampaknya karena daya dukung lingkungannya masih sangat tinggi dan perkembangan teknologi sulit masik kesini. Tapi itu bukan alasan untuk tidak perlu berperilaku baik terhadap lingkungan.

Kegiatan Ekstrakurikuler

Yang formal yang akan saya inisiasi adalah Pramuka. Tapi belakangan saya mulai berpikir untuk menginisiasi PMR. Since there’s no nurse here in Pelita, dan anak-anaknya punya resiko kecelakaan yang tinggi akibat kebiasaan-kebiasaan mereka, saya pikir pengetahuan dasar pertolongan pertama bagus untuk anak-anak. Dua rencana inisisasi ekskul itu belum akan saya lakukan di awal semester. kegiatan ini juga bagian dari pemberdayaan anak-anak SMA yang saya rencanakan. Jika nantinya ada ekstrakurikuler di SDN Ambatu, maka pelatih-pelatihnya adalah kakak-kakak mereka sendiri.

Advokasi Pendidikan

Untuk bagian ini, mungkin yang lebih terprogram adalah kegiatan level Kabupaten bersama teman-teman PM Halsel. Kami merencanakan dua kegiatan level Kabupaten yaitu peringatan hari anak dan hari pendidikan nasional. Dua acara itu sudah dalam tahap pendetailan dan akan di eksekusi bulan Mei dan Juli 2011. Kegiatan itu juga melibatkan Dinas Pendidikan Halmahera Selatan dan stakeholder lain. Saya berencana untuk melibatkan anak-anak SMA di Pelita untuk membantu pelaksanaan kegiatan ini.

Advokasi pendidikan yang secara individu saya lakukan mungkin sifatnya insidental karena saya pikir pasti akan sejalan dengan semua kegiatan lain yang saya lakukan. Misalnya, awal semester nanti saya akan memberikan pelatihan dasar komputer kepada guru-guru SDN Pelita supaya mereka bisa memanfaatkan teknologi dalam proses mengajar, dokumentasi dan keperluan-keperluan lain. Ada juga rencana kunjungan orang tua siswa di sepanjang semester 2 untuk melakukan pendekatan-pendekatan informal dengan tujuan mendukung proses belajar anak-anak Pelita.

***

Itu adalah semua rencana saya yang sejauh ini sudah saya susun mengenai aktivitas 10 bulan kedepan. Itu rencana ideal. Saya tahu dan sangat yakin bahwa pasti banyak hal yang akan memaksa saya improvisasi. Seperti misalnya jumlah guru yang pas-pasan, bukan tidak mungkin selama sebulan hanya akan ada 3-4 guru di Pelita dan itu mau tidak mau menuntut penyesuaian di sana-sini jika saya tetap ingin menjadi guru mata pelajaran tapi juga bisa membantu mem-backup kelas-kelas yang tidak ada guru. Hal itu juga akan mempengaruhi konsistensi guru-guru dalam membuat rencana dan evaluasi mingguan. Belum lagi masalah anak-anak SMA yang mungkin saja tiba-tiba menghilang sebulan atau dua bulan karena bekerja di Ternate atau pulau Obi mencari tambahan uang. Atau bisa juga masalah ketertinggalan anak-anak SDN Pelita yang banyak disebabkan jarangnya mereka menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan juga jarang membaca buku sehingga daya serap terhadap apa yang mereka baca sangatlah rendah. Pasti hambatan-hambatan seperti itu akan selalu ada di depan saya nanti.

Saya tahu satu hal, bahwa kemungkinan saya gagal menjalankan semua rencana saya pasti ada. tapi hal lain yang saya tahu adalah saya akan melakukan yang terbaik yang saya bisa. Bismillah, semoga saya selalu diberi kesehatan supaya tidak ada absen berkegiatan seharipun di Pelita.
Banyak orang mungkin tidak tahu dimana itu Pelita. Bahkan di Peta saja tidak ada.
Tapi saya yakin Tuhan tahu bahwa ada karya-karya luar biasaNya di sini, di Pelita.
Semoga Tuhan bersama anak-anak Pelita.

“anak-anak, ngoni mau belajar apa hari ini..?”
“rahasia tentang apa yang ngoni mau tau hari ini..?”
“mari, Pak Guru kase ngoni tau Pak Guru pe rahasia!”