Tuesday, August 12, 2008

Hal kecil? Atau hal mendasar?

Pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2004 pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi manusia agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara.

Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Demikianlah beberapa kutipan tentang pendidikan nasional. Di benak saya muncul pertanyaan besar,”kenapa hal seperti ini baru saya dan banyak teman saya ketahui saat sudah menjadi mahasiswa? Tidakkah itu terlambat?”

Saya pikir, itu adalah hal yang sangat penting dipahami -tidak sekedar dihafal- oleh semua pelaku pendidikan, baik peserta didik maupun pendidikan karena hal tersebut merupakan tujuan yang mutlak harus dicapai. Dari tujuan tersebut sebenarnya bisa terjawab berbagai pertanyaan yang sering terlontar. Kita ambil contoh di kampus, sering kali muncul pertanyaan klise tentang tujuan berorganisasi. Bila kita sepakat bahwa berorganisasi merupakan juga salah satu proses pendidikan, maka konsepsi KM ITB yang kita anut sangatlah relevan. Disana tertera tujuan organisasi yang selaras dengan tujuan pendidikan nasional. Bila kita turunkan lagi, maka seharusnya kitapun mendapatkan jawaban akan pertanyaan peranan yang seharusnya dilakukan mahasiswa baik dalam lingkup kampus maupun masyarakat umum. Sebuah sifat dasar yang harus kita miliki -juga tertera di konsepsi- adalah insan akademis, yang selalu mengembangkan diri sehingga menjadi generasi yang tanggap dan mampu menghadapi tantangan masa depan dan juga selalu mengikuti watak ilmu untuk mencari dan membela kebenaran ilmiah sehingga akan mampu mengkritisi kondisi kehidupan masyarakatnya di masa kini dan selalu berupaya membentuk tatanan masyarakat masa depan yang benar dengan dasar kebenaran ilmiah. Jika kita memegang teguh dan menjalankan sifat itu dengan baik, maka seharusnya kita tidak perlu bingung terhadap bagaimana mahasiswa seharusnya. Dari hal itu, secara logis akan bisa kita turunkan sampai kita dapat menemukan relevansi dari dogma-dogma PFP (Peran Fungsi dan Posisi). Namun ternyata permasalahan tidak selesai saat kita berhasil menemukan relevansi tersebut. Buktinya, perkembangan di dunia kemahasiswaan kita bisa dikatakan belum signifikan. Kita juga perlu mempertanyakan sudah sejauh manakah kita memahami dan menghayati hal-hal tersebut sebagai dasar. Ya, sebagai dasar! Tentu akan berbeda penerapannya saat kita belum benar-benar paham akan definisi “dasar” itu. Maka sesuai dari judul tulisan ini. Memandang sesuatu hal sebagai “dasar” tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Perlu sebuah keikhlasan dan keberanian.

Jadi apapun peranan yang diambil mahasiswa, asalkan masih memegang “dasar” yang kita miliki dan kita anut pasti akan menghasilkan sesuatu yang positif. Dan tidak terbantahkan, mahasiswa harus mau melaksanakan peranannya. Karena sadar maupun tidak, sudah ada seonggok beban akan nasib bangsa dan kesejahteraan masyarakat Indonesia di pundak kita. Permasalahannya, apakah kita cukup bernyali untuk membuka mata, telinga dan hati kita untuk melihat kenyataan akan adanya seonggok beban itu? Atau kita lebih memilih berpura-pura tidak tahu?

Kalau pilihan kita adalah yang pertama, maka perlu kita sadari bahwa ternyata kita masih harus banyak belajar dan terus belajar. Namun jika pilihannya adalah yang kedua, maka silahkan pulang, dan tidur yang nyenyak.

Masih dan selalu,
Demi tuhan,
Untuk Bangsa dan Almamater
Merdeka!



Rahmat Danu Andika
153 04 103
(Tulisan yang dibuat dalam rangka memenuhi persyaratan sebagai Mentor umum INKM ITB 2008)

hidup itu indah...

No comments: